Senin, 24 November 2008

EFEKTIVITAS BIMBINGAN PRIBADI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan, membudayakan, memodernisasikan dan memadanikan kehidupan bangsa serta meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan, kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta reverensi dan efisien manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global, terarah dan berkesinambungan.
Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, cerdas, kreatif, trampil, disiplin, beretos kerja, potensial, bertanggung jawab dan produktif sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga menumbuhkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, serta berorientasi masa depan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan peran masyarakat dalam pendidikan dapat secara perorangan, kelompok, ataupun dalam bentuk lembaga. Peran serta ini akan lebih efektif karena dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri (Depdiknas, 2000:1)
Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan nasional, mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah perilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan ketrampilan. Tingkat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu dari orang yang bersangkutan.
Pada masyarakat yang semakin maju, masalah penemuan identitas pada individu menjadi semakin rumit. Hal ini disebabkan oleh tuntutan masyarakat maju kepada anggota-anggotanya menjadi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima menjadi anggota masyarakat bukan saja kematangan fisik, melainkan juga kematangan mental psikologis, kultural, vokasional, intelektual, dan religius. Kerumitan ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang membangun, sebab perubahan cepat terjadi pada masyarakat yang sedang membangun, akan merupakan tantangan pula bagi individu atau siswa. Keadaan inilah yang menuntut diselenggarakannya Bimbingan Konseling di sekolah.
Secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan juga membantu siswa dalam rangka mengenal lingkungan dengan maksud agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif dan dinamis pula.
Lebih khusus, untuk mencapai tujuan tersebut, bidang bimbingan mencakup seluruh upaya bantuan yang meliputi Bidang Bimbingan Pribadi, Bimbingan Sosial, Bimbingan Belajar, Bimbingan Karier, Bimbingan Agama, dan Bimbingan Keluarga.
Dalam bidang Bimbingan Pribadi, membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menatap dan mandiri serta sehat jasmanai dan rohani. Dalam bidang bimbingan sosial, membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Kegiatan belajar mengajar pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal, faktor internal menyangkut fisiologis dan rohani sehingga diperlukan motivasi dengan menciptakan kondisi agar siswa melakukan aktifitas belajar, dan hal ini terkait upaya untuk menumbuhkan kegiatan belajar bagi siswa. Dalam Bimbingan dan Konseling Keluarga, yaitu membantu kesulitan keluarga yang terkadang masih sering merahasiakan permasalahan yang dialami, karena masih beranggapan bahwa dengan dibeberkannya problem keluarga kepada orang lain berarti membuka rahasia pribadi. Dengan Bimbingan dan Konseling Keluarga, keluarga yang mempunyai permasalahan akan segera teratasi, khususnya permasalahan anak atau siswa yang sumber masalahnya berasal dari keluarga. Sedangkan Bimbingan dan Konseling Agama, yaitu membantu klien untuk mencapai kebahagian di dunia dan akhirat.
Dalam perspektif KTSP, Guru Pembimbing diharapkan mampu membaca perkembangan kurikulum yang mengarah pada inovasi-inovasi di dalam KTSP, untuk memposisikan peran BK di Sekolah untuk menjawab permasalahan-permasalah siswa yang perlu dipecahkan yang berhubungan dengan pendidikan yaitu, Raw Input, proses, instrument, inventori tugas perkembangan sampai dengan output, dan analisis tugas perkembangan.
Program kegiatan jenis layanan dan isi Bimbingan dan Konseling dirumuskan atas dasar kebutuhan dan kondisi objektif perkembangan siswa. Kondisi objekif perkembangan siswa tersebut dapat difahamai melalui analisis tugas-tugas perkembangan yang dapat menghasilkan profil perkembangan siswa dan dapat menjadi dasar bagi pengembangan program Bimbingan dan Konseling. Layanan bimbingan yang didasarkan atas dan berorientasi kepada pencapaian tugas-tugas perkembangan siswa dapat menumbuhkan kesadaran Guru Pembimbing bahwa layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah mutlak harus berdasar kepada kebutuhan dan perkembangan siswa.
Menurut (Kartadinata dkk, 2003:3), Untuk mengukur tingkat perkembangan siswa atau pencapaian tugas-tugas atau pencapaian tugas-tugas perkembangan dari setiap aspek perkembangan, teori perkembangan, teori perkembangan diri dari Loevinger (ITP,2001:3) dipilih sebagai kerangka kerja teoretik dalam mengembangkan inventori tugas-tugas perkembangan.
Penggunaan model Loevinger yang holistik cocok untuk mengukur perkembangan dalam budaya pluralistik. Sebab menekankan keterkaitan berbagai faset kehidupan manusia. Loevinger merumuskan bangun perkembangan diri ke dalam sembilan tingkat. Tingkat pertama yaitu “pra sosial” merupakan tingkatan di mana individu belum mampu membedakan diri dengan lingkungan. Tingkatan terakhir, yaitu tingkat integrated, merupakan tingkat yang jarang dicapai oleh orang kebanyakan. Oleh karena itu bangun tingkatan perkembangan dalam ITP ini terdiri atas tujuh tingkatan dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat Impulsif (imp).
2. Tingkat perlindungan diri (Pld).
3. Tingkat Konformistik (Kof).
4. Tingkat sadar diri (SdI).
5. Tahap Seksama (Ska).
6. Tingkat Individualistik (Ind).
7. Tahap Otonomi (Oto).
Tingkatan perkembangan itu merupakan struktur kontinum perkembangan diri dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. Tingkatan dapat digunakan untuk mendiskripsikan keberadaan individu dalam kontinum perkembangan. Setiap tingkatan dibangun atas dasar tingkatan sebelumnya dan menjadi dasar bagi tingkatan berikutnya. Peningkatan perkembangan sepanjang kontinum perkembangan menggambarkan perbedaan kualitatif tentang cara-cara individu berinteraksi dengan lingkungan.
Kemudian di dalam ITP mengungkap 10 aspek perkembangan pada siswa SMP. Aspek-aspek yang diungkap berdasarkan permasalahan dan kebutuhan akan perkembangan siswa yang dihadapi dalam proses pendidikan di sekolah. Sepuluh aspek perkembangan SMP adalah sebagai berikut:
1. Landasan Hidup Religius
2. Landasan Perilaku Etis
3. Kematangan Emosional
4. Kematangan Intelektual
5. Kesadaran Tanggung Jawab
6. Peran Sosial Sebagai Pria atau Wanita
7. Penerimaan Perilaku Ekonomis
8. Kemandirian Perilaku Ekonomis
9. Wawasan Persiapan Karier
10. Kematangan Hubungan Dengan Teman Sebaya
Inventori Tugas Perkembangan (ITP) adalah instrumen yang digunakan untuk memahami tingkat perkembangan individu.
penyusunan ITP terutama dimaksudkan untuk menunjang kegiatan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Namun dapat juga digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan anak-anak dan pemuda pada umumnya. ITP SMP terdiri atas 50 butir soal. Setelah diskor, 10 butir menunjukkan tingkat konsistensi jawaban responden dan 40 butir menunjukkan perkembangan subyek dalam 10 aspek perkembangan.
Bersamaan dengan ITP, ada pula program komputer khusus yaitu Analisis Tugas perkembangan , yang digunakan untuk menskor, mengolah dan mencetak hasil analisis ITP.
Para peserta didik di SMP adalah remaja awal yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi dan mempunyai kepercayaan diri serta konsep diri yang positif.
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam pembentukan sikap individu. Sartain (Purwanto 2000:122) mengemukakan tentang the self sebegai berikut “The Self is the as known to and felt about by the individual”.The Self adalah individu sebagaimana dipandang atau diketahui dan dirasakan oleh individu itu sendiri.
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain (Ritandiyo & Retnaningsih, 1996).
Usia Remaja awal mengalami kesulitan untuk menghubungkan diri dengan satu kelompok sosial tertentu yang cocok dengan dirinya. Salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh individu remaja awal adalah mengenal dan menjadi bagian dari satu kelompok sosial tertentu.
Berdasarkan tugas-tugas perkembangan yang menjadi tanggung jawab individu yang tergolong remaja awal tersebut terlihat beberapa tugas perkembangan yang melibatkan orang lain agar dapat sukses memenuhi tugas-tugas perkembangan tersebut, seperti individu yang harus menyesuaikan diri dengan kelompok barunya misalnya melakukan perubahan perilaku karena adanya pengaruh dari kelompok. Analisis Tugas Perkembangan mempunyai peranan penting yang akan membantu peserta didik dalam menemukan jati dirinya sendiri dan mempunyai konsep diri yang positif.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Efektifitas Bimbingan Pribadi Melalui Layanan Konseling Individu Dengan Program ATP terhadap Konsep Diri Siswa.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitin ini sebagai berikut:
Apakah ada perbedaan konsep diri siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan layanan konseling individu dengan menggunakan Program ATP.
Apakah layanan konseling individu dengan Program ATP efektif untuk meningkatkan konsep diri siswa.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui perbedaan konsep diri siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan Layanan Konseling Individu dengan menggunakan Program ATP.
2. Untuk mengetahui efektifitas layanan konseling individu dengan menggunakan Program ATP untuk meningkatkan konsep diri siswa.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan wawasan bagi pengembangan teori tentang pelaksanaan Layanan Konseling Individu.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai studi layanan konseling individu yang bersifat aplikatif dan praktis, penelitian ini memberikan kontribusi pada lembaga pendidikan baik produk maupun proses bimbingan konseling individu..
b. Sebagai bahan masukan kepada guru pembimbing SMP untuk melaksanakan tes dengan menggunakan inventori tugas perkembangan SMP untuk mengetahui tingkat perkembangan siswa SMP.

Tidak ada komentar: