Senin, 05 Januari 2009

Sarkasme

.!! mau macam-macam ya sama aku, tak bunuh kamu!!”
Kamu kaya monyet!!!
Begitulah kira-kira kata-kata kotor yang tidak patut diucapkan oleh seorang anak didik. Mengapa terjadi?

Sebab – sebab :
· Pengaruh media
· Pola didik / pola asuh di rumah.
· Salah pergaulan/ berkelompok dengan sebaya yang bertindak kurang baik (kata-kata, perilaku).

Solusi
· Membuat kontrak belajar/ perilaku yang dapat menimbulkan sikap teliti.
· Diet media, perilaku.
· Memilih teman dan kelompok yang baik.

Kurang Teliti

“Arfan, Arfan . . . mengapa kok salah lagi? Ibu sudah berkali-kali mengingatkan harus teliti, jangan tergesa-gesa! Kan jadi salah lagi.” Kata ibunya sambil menunjukkan rasa kecewanya karena hasil yang diperoleh Arfan tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam kenyataannya Arfan memang mempunyai kebiasaan kurang teliti dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.
“Bu, tadi waktunya nggak cukup kalau tidak selesai bagaimana?” Jawab Arfan kepada ibunya. “Iya, iya . . . tapi kamu harus teliti supaya nggak banyak salah.” Tambah ibu sambil menutup buku Arfan yang tadi telah diperiksa.
Kasus yang dimiliki Arfan “Kurang teliti” memang banyak dialami oleh anak-anak yang lain. Mengapa bisa begitu?
Sebab – sebab :
· Tergesa – gesa, anak-anak memang sering tergesa-gesa dalam hal mengerjakan tugas, karena anak-anak belum bisa mengatur waktu yang ada/ yang disediakan sehingga menyebabkan kurang teliti dalam mengerjakan tugas.
· Mudah bosan, sesuatu yang tidak menarik bagi anak-anak maka tidak akan sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas tersebut, sehingga dapat menimbulkan kurang teliti dalam mengerjakan tugas.
· Gangguan kesehatan, pusing, penglihatan kurang jelas, dan sakit bagi anak-anak memang sangat mengganggu sehingga dapat mengakibatkan kurang teliti saat mengerjakan tugas.
· Kurang konsentrasi, konsentrasi sangat penting bagi anak-anak untuk menerima sesuatu yang dipelajari, apabila konsentrasi tidak terpusat maka dapat menimbulkan kurang teliti pada anak.
· Belum tahu baik dan buruknya permasalahan atau akibat dari kurang teliti.
Solusi
· Memberikan waktu yang cukup bagi anak untuk melaksanakan tugas sehingga anak tidak tergesa-gesa dengan demikian anak akan lebih teliti.
· Memberikan sikap empati pada anak sehingga anak merasa tenang dan mendorong anak mengerjakan lebih teliti.
· Tugas-tugas yang diberikan harus sesuai dengan perkembangannya agar anak tertarik dalam mengerjakan tugas dengan senang dan teliti.
· Memberikan bimbingan akhlak pada anak.
· Melatih konsentrasi anak dalam waktu yang lebih lama.

Selasa, 02 Desember 2008

Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan
Menurut Natawijaya (Sukardi, 2002:19) Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat menikmati kebahagian hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Selanjutnya menurut Prayitno (Sukardi, 2003:20) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemadirian ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: mengenal; diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mengambil keputusan, mengarahkan diri, dan mewujudkan diri.
Menurut Crow & Crow (Prayitno,2004:234) Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seorang laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu–individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.
Makmum (2001: 277), menyebutkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan secara optimal sehingga dapat menjalani proses pengenalan, pemahaman, penerimaan, pengarahan, perwujudan serta penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Prayitno (Mulyadi, 2003:4), menyebutkan bahwa bimbingan merupakan pelayanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal.
Berbagai definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu proses berkesinambungan untuk membantu individu dengan maksud agar individu tersebut dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya sehingga individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.”, (Mulyadi, 2003:5).
2. Pengertian Konseling
Tolbert (Prayitno,1994:144) mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan – kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaanya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimiliki, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah – masalah dan menemukan kebutuhan – kebutuhan yang akan datang.
Wibowo (2001:1), Konseling merupakan salah satu layanan pokok dalam keseluruhan kegiatan bimbingan di sekolah. Konseling sebagai jantung hatinya pelayanan secara menyeluruh. Ini berarti bahwa apabila layanan konseling telah memberikan jasanya, maka masalah klien akan teratasi secara efektif dan upaya – upaya bimbingan yang lain tinggal mengikuti atau berperan sebagai pendamping. Atau dengan kata lain, konseling merupakan layanan inti yang pelaksanaannya menuntut persyaratan dan mutu usaha yang benar-benar tinggi.
Munro dkk (Wibowo, 2001:2), mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu: kerahasiaan; keterbukaan; dan tanggung jawab pribadi klien. Konseling yang berhasil dan bersifat etis apabila didasarkan pada ketiga hal itu. Tidaklah pelayanan konseling bersifat etis apabila kerahasiaan klien terlanggar, tidaklah etis suatu layanan konseling yang diselenggarkan dalam suasana keterpaksaan klien, dan tidaklah etis suatu layanan konseling apabila tanggung jawab klien atas tingkah lakunya sendiri dikebiri atau dikurangi. Sebagai tanggung jawab dan kewajiban konselor sepenuhnya untuk mengusahakan terlaksananya ketiga dasar etika konseling itu. Pelaksanaan asas-asas bimbingan dan konseling yang lain dengan baik hanya mungkin apabila ketiga dasar etika konseling itu telah diamalkan sebagaimana mestinya.
Ford dan Urban (Wibowo, 2001:1) mengemukakan empat karakteristik umum psikoterapi yang juga menggambarkan hakikat konseling:
a. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi, interaksi yang sangat konfidensial dan sangat pribadi, karena klien mendiskusikan dirinya dalam suasana yang intim dan tidak dilihat oleh orang lain.
b. Bentuk interaksi selalu terbatas pada pembicaraan antara konselor dan klien. Klien memaparkan keadaan dirinya, pikiran, perasaan, dan perilakunya, konselor mendengarkan dan memberikan respon jika dianggap perlu.
c. Interaksi relatif panjang karena digunakan untuk mengubah perilaku.
d. Sasaran dari hubungan konseling adalah mengubah perilaku klien.
Kemudian diperkuat dengan Visi dan Misi Bimbingan Konseling, Visi Bimbingan dan Konseling yaitu terwujudnya perkembangan diri dan kemandirian secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai makhluk sosial dalam berhubungan dengan manusia dan alam semesta. Misi Bimbingan dan Konseling yaitu menunjang perkembangan diri dan kemandirian siswa untuk dapat menjalani kehidupan sehari-hari sebagai siswa secara efektif, kreatif, dan dinamis serta memiliki kecakapan hidup untuk untuk masa depan karier dalam:
1) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Pemahaman perkembangan diri dan lingkungan.
3) Pengarahan diri ke arah dimensi spiritual.
4) Pengambilan keputusan berdasar IQ, EQ, dan SQ.
5) Pengaktualisasian diri secara optimal.
3. Bidang Bimbingan dan Konseling
Menurut Mulyadi (2003:23-27), pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah mengacu kepada perkembangan siswa sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya, beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas dan belajar bersosialisasi dengan mengenal berbagai aturan, nilai dan norma-norma secara sistematik, luas dan komprehensif, serta mempersiapkan diri untuk menatap masa depan.
Materi Bimbingan dan Konseling di sekolah termuat ke dalam keenam Bidang Bimbingan, yaitu Bimbingan Pribadi, Bimbingan Sosial, Bimbingan Belajar, Bimbingan Karir, Bimbingan Agama, dan Bimbingan Keluarga. Dilihat dari konsepsi kecakapan hidup (life skill), pembagian keenam bidang bimbingan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana konsep kecakapan hidup itu sendiri mencakup empat kawasan utama, yaitu, ketrampilan personal (personal skill), ketrampilan sosial (social skill), ketrampilan akademis (academic skill), dan ketrampilan vocasional (vocational skill).
Berdasarkan perumusan masalah di atas, yaitu Efektifitas Bimbingan Pribadi Melalui Layanan Konseling Individu dengan Program ATP terhadap Konsep Diri Siswa, penulis akan menyampaikan pokok-pokok berkaitan dengan Bidang Bimbingan pribadi.
Mulyadi (2003:24), Bimbingan pribadi adalah bidang bimbingan dan konseling untuk membantu siswa menemukan dan memahami serta mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif, dan kreatif, serta sehat jasmani dan rohani.
Mulyadi (2003:24) Bidang bimbingan pribadi meliputi pokok-pokok materi sebagai berikut:

a. Pengenalan dan Pemahaman tentang kekuatan diri sendiri dan penyalurannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, maupun untuk perannya di masa depan.
b. Pengenalan dan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyalurannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif.
c. Pengenalan dan pemahaman tentang kelemahan diri sendiri dan usaha-usaha penanggulangannya.
d. Pengembangan kemampuan mengambil keputusan sederhana dan mengarahkan diri.
e. Perencanaan serta penyelenggaraan hidup sehat.
4. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan umum pelayanan Bimbingan dan Konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, karena Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan. Menilik pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mulyadi (2003:7), secara khusus tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, pribadi, karier, Keluarga, dan Agama.
5. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003:8-10), Pelayanan Bimbingan dan Konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan Bimbingan dan Konseling. Fungsi-fungsi yang dimaksud mencakup:
a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang Bimbingan dan Konseling sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, baik pemahaman tentang diri peserta didik, lingkungan, maupun lingkungan “yang lebih luas”.
b. Fungsi Pencegahan, yaitu fungsi Bimbingan dan Koseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
c. Fungsi Pengentasan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Fungsi pengentasan hendaknya tetap dilakukan denga memberdayakan seluruh kemampuan siswa/dan atau pihak-pihak yang dekat dengan siswa, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan siswa, dan bukan paksaan dari guru pembimbing atau konselor.
d. Fugsi Pemeliharaan dan Pengembangan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
6. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003: 10-17), prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling meliputi:
a. Prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku agama, dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan Konsleing berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.
3) Bimbingan dan Konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu.
4) Bimbingan dan Konseling memberikan perhatian utama pada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
b. Prinsip-prinsip berkenaan dengan permasalahan individu, yang mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
2) Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah utama pelayanan bimbigan dan Konseling.
c. Prinsip berkenaan dengan program layanan, mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral, dari upaya pendidikan dan pengembangan individu. Oleh karena itu program Bimbingan dan Konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
2) Program Bimbingan dan Konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
3) Program Bimbingan dan Konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tinggi.
4) Terhadap isi dan pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling perlu diadakan penilaian secara teratur dan terarah.
d. Prinsip Bimbingan berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan Bimbingan, mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling harus diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri dalam menghadapi permasalahannya.
2) Dalam proses Bimbingan dan Konseling keputusan yang diambil hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain.
3) Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
4) Kerjasama antara guru, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan Bimbingan.
5) Pengembangan program layanan Bimbingan dan Konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yan terlibat dalam proses pelayanan Bimbingan dan Konseling itu sendiri.
7. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003:18-22), penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling selain dimuati fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip Bimbingan, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas Bimbingan. Pemenuhan atas asas-asas itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Di dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling terdapat 12 asas, meliputi:
a. Asas Kerahasiaan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data atau keterangan itu sehingga kerahasiannya benar-benar terjamin.
b. Asas Kesukarelaan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan bagi siswa. Kesukarelaan ini diindikasikan dengan tingginya motivasi dan keterlibatan anak dan/atau orang tua/wali untuk mengikuti program Bimbingan dan Konseling dalam rangka mengentaskan dan/atau mengembangkan pribadinya.
c. Asas Keterbukaan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) dan/atau orang tua/wali yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi dirinya.
d. Asas Kegiatan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki peserta didik dan/atau orang tua/wali yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan Bimbingan dan Konseling yang diperuntukkan baginya.
e. Asas Kemandirian, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menunjuk pada tujuan umum Bimbingan dan Konseling, yaitu: peserta didik sebagai sasaran layanan Bimbingan dan Konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri mengenal dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
f. Asas Kekinian, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki objek sasaran layanan Bimbingan dan Konseling ialah permasalahan peserta didik dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenan dengan “masa depan atau kondisi masa lampaupun .” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
g. Asas Kedinamisan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan yang sama hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap-tahap perkembangan dari waktu ke waktu.
h. Asas Keterpaduan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar berbagai layanan Bimbingan dan Konseling, saling menunjang, harmonis, dan terpadu.
i. Asas Kenormatifan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki setiap layanan Bimbingan dan Konseling dilakukan dengan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.
j. Asas Keahlian, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan Bimbingan dan Konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Hal-hal yang menurut pertimbangan guru pembimbing berada di luar kewenangan dan kemampuan guru pembimbing dapat dilakukan dengan kegiatan pendukung alih tangan kasus.
k. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
l. Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar pelayanan secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju.

8. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003:32) mengemukakan bahwa Kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling merupakan kegiatan yang diharapkan dapat memberikan dukungan bagi terselenggaranya berbagai jenis layanan secara efisien dan efektif. Kegiatan pendukung yang ada dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah meliputi;
a. Aplikasi Instrumentasi Bimbingan dan Konseling, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan peserta didik (klien), keterangan tentang lingkungan peserta didik, dan “lingkungan yang lebih luas.” Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes dan non tes.
b. Penyelenggaraan Himpunan Data, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik (klien). Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
c. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat meberikan bahan, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untu memperoleh data, dan kemudahan, serta komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik (klien) melalui kunjungan rumah. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
e. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk mendapatkan penanganan yan lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik dengan memindahkan penanganan kasus satu pihak kep pihak yang lainnya.

Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri
Hurlock (1980:237), Konsep diri sebenarnya ialah konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu, konsep diri merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain, dan apa yang kiranya reaksi orang lain terhadapnya. Konsep diri ideal ialah gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakannya.
Rini (2002:1) Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang yang mempunyai konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang akan dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai kegagalan. Sebaliknya seorang yang mempunyai konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga unuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang posiif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.
Pernyataan tersebut di atas diperkuat oleh Pendapat William D. Brooks (Rakhmat, 2003:99) mengemukakan bahwa konsep diri sebagai “those phisical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with other”. Yang artinya konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisik.
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam pembentukan sikap individu. Sartain (Purwanto, 2000:122) mengemukakan tentang the self sebagai berikut “The Self is the as known to and felt about by the individual”.The Self adalah individu sebagaimana dipandang atau diketahui dan dirasakan oleh individu itu sendiri.
Konsep diri merupakan bagian penting dari self. James dan Gerald (Japar, 1993:29) berpendapat bahwa self merupakan perasaan mengenai diri sendiri yang akan berkembang menjadi konsep diri dan merupakan fokus pembentukan kepribadian yang selalu dipelihara dan mengalami perubahan.
Johnson dan Medinnus (Japar, 1993:30) mengartikan konsep diri sebagai sikap individu terhadap fisik dan tingkah lakunya. Senada dengan Johnson dan Medinnus, Secord dan Backman (Japar, 1993:30) Mengemukakan bahwa konsep diri adalah suatu rangkaian pemikiran dan perasaan terhadap diri sendiri yang meliputi tubuh, penampilan dan perilaku. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Angrilli dan Helfat (Japar, 1993:30) bahwa konsep diri adalah sebagai pandangan yang dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri, termasuk evaluasi personal mengenai berbagai karakteristiknya.
Suryabrata (1990:289–299) mengemukakan bahwa bagi individu konsep diri dapat berupa objek dan sekaligus proses sebagai objek bearti individu menunjukan sikap, perasaan, pengamatan dan penilaian seseorang terhadap dirinya. sedangkan sebagai proses, konsep diri merupakan suatu kesatuan dari aktivias berpikir mengingat dan mengamati.
Diyatna (1987:170) mengemukakan konsep diri merupakan gambaran tentang diri atau tentang pandangan yang dimiliki oleh seseorang tentamg dirinya. Konsep diri itu merupakan apa yang dipikirkan dan dirasakan seseorang tentang dirinya . jadi ada kemampuan kognitif dan afektif serta keseluruhan sikap dan keyakinan pada dirinya sendiri.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu tentang seluruh keadaan dirinya sendiri. Dalam penelitian ini konsep diri siswa menurut penulis yaitu merupakan pandangan siswa tentang seluruh keadaan dirinya sendiri mencakup pandangan tentang fisik, psikis, religius, akademik, dan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap pretasi belajarnya.
2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri merupakan hasil yang dicapai melalui konsep interaksi dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diterima anak. Pengalaman ini merupakan hasil eksplorasi anak terhadap lingkungannya dan refleksi diri yang diterima dari orang lain yang berarti dalam kehidupannya sehari-hari.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Hurlock (1980:235) adalah:
a. Usia Kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
c. Kepatutan Seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat bentuk pada perilakunya.
d. Hubungan Keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
e. Nama dan Julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi julukan yang bernada cemoohan.
f. Teman-teman Sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
g. Kreatifitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas.
Seringkali diri kita sendiri yang meyebabkan persoalan bertambah rumit dengan berpikir yang tidak-tidak terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun, dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalamai perubahan ke arah yang lebih posiif. Rini (2002:2) Langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri positif sebagai berikut:
1) Bersikap obyekif dalam mengenali diri sendiri.
Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apa pun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa akan mampu membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuau sekaligus.
2) Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri.
Jikalau kita menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif, jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaiman orang lain bisa menghargai diri kita?
3) Jangan memusuhi diri sendiri
Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada pemusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.
4) Berpikir positif dan rasional
Jadi, semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan pribadi maupun terhadap seorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesakan jiwa dan raga.
Smith (Japar, 1993:46) mengemukakan bahwa orang yang memiliki konsep diri tinggi lebih bebas mengemukakan pendapat dan cenderung memiliki motivasi tinggi untuk mencapai prestasi. Sedangkan orang yang memiliki konsep diri rendah memiliki deskripsi yang bertentangan dengan gambaran ciri-ciri orang memiliki konsep diri tinggi, rasa tidak aman, kurang penerimaan diri dan harga diri rendah.
Dari beberapa teori di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa konsep diri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Ciri-ciri konsep diri positif adalah sebagai berikut:
(1) Pengetahuan yang luas dan bermacam-macam tentang diri.
(2) Memiliki harga diri yang tinggi.
(3) Memiliki pengharapan realistis.
(4) Individu merasa setara dengan orang lain.
(5) Individu yakin kemampuannya dalam mengatasi masalah.
(6) Individu menerima pujian tanpa rasa malu.
(7) Individu menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat.
(8) Individu mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkap aspek-aspek kepribadian yang tidak disengaja dan berusaha mengubahnya.
(9) Bertindak bijaksana, perbuatan dan tindakan diselarasakan pikiran yang sehat, rasional dan perasaan antusias serta pengalaman yang matang.
(10) Dapat mewujudkan kemauan menjadi suatu prestasi.
(11) Fleksibilitas, penuh tanggung jawab, sehingga individu mampu menerima gagasan baru dan pendapat orang lain.
b) Ciri-ciri konsep diri negatif.
(1) Pengatahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri.
(2) Pengharapan yang tidak realistis.
(3) Harga diri yang rendah.
(4) Peka terhadap kritik.
(5) Bersifat responsive sekali terhadap pujian.
(6) Terlalu kritis, tidak sanggup mengaku dan menghargai kelebihan orang lain.
(7) Bersifat pesimis terhadap kompetisi ditandai dengan keengganan untuk bersaing.

Rendah Diri

Salah satu orang tua siswa bertanya pada guru mengenai anaknya yang belum berani tampil dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh sekolah “ Pak Guru, mengapa anak saya kok tidak mau tampil pada pentas besok di sekolah? Padahal sudah dilatih sama Pak guru kan?” Keluh orang tua siswa kepada Pak Guru. “ Iya, Bu, Isti memang takut nanti ditertawakan temannya, merasa tidak mampu, malu dan lain-lain, padahal sebenarnya sudah mampu untuk pentas.” Kata Pak Guru.
Isti adalah anak yang rendah diri mengapa hal ini bisa terjadi?

Sebab – sebab :
· Citra diri buruk, ketika anak sudah pernah melakukan hal-hal yang buruk dan diketahui anak-anak yang lain maka menyebabkan harga dirinya rendah hal ini dapat mengakibatkan rendah diri.
· Sering mendapat perlakuan buruk dari luar dari teman-temannya sehingga menyebabkan rasa takut untuk melakukan sesuatu dan akhirnya anak akan memiliki rasa rendah diri.
· Sering disalahkan dalam berpendapat ataupun bertindak sehingga anak merasa lebih aman kalau diam dan menyendiri dari pada harus berbuat dan disalahkan oleh teman-temannya.
Solusi
Gali penyebab permasalahan
· Cari sisi potensi positif diri.
· Beri motivasi dengan moto khusus bagi individu tersebut.
· Beri kepercayaan untuk melakukan tugas tertentu.
· Berikan reward ( pujian, sentuhan, tatapan dll ).

Out Door Study 3rd Grade

SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto
Out Door Study 3rd Grade
“Menumbuhkan Self Actualization murid”

Kamis, 13 November 2008 Experimental Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto dipenuhi ratusan murid dan guru kelas 3 SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto, untuk mengikuti kegiatan Out Door Study. Out Door Study merupakan Program pembelajaran dimana murid mempelajari sesuatu langsung dari sumbernya baik berupa alam, lingkungan sekitar dan nara sumber yang berkompeten.
Kegiatan yang dimulai pukul 08.30 diawali dengan penjelasan/pengarahan oleh Kepala Experimental Fakultas Peternakan Unsoed. sinar matahari pagi yang cerah mengiringi murid-murid yang dengan semangat mendengarkan penjelasan Bapak Drh. Sufiriyanto tentang peternakan Unsoed yang disampaikan dengan menarik sehingga anak-anak semakin penasaran untuk segera melihat secara langsung apa saja yang ada di Experimental Fakultas Peternakan Unsoed ini.
Ustadzah Ririn Nursanti, S.Pd.I Wakil Kepala Sekolah Level 3 disela-sela kegiatan menjelaskan Out Door Study ini murid akan belajar secara langsung mengamati pertumbuhan dan perkembangan hewan, dan kegiatan ini bertujuan mengajak murid belajar langsung dari sumbernya, dan mentafakuri ayat Allah, khusunya surat An-Nahl [16]:5, (“Dan hewan ternak telah diciptakanNya untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, sebagiannya kamu makan.”)
Murid-murid dibagi 5 kelompok sesuai kelasnya masing-masing secara bergantian mengobservasi di tiap-tiap Sub peternakan yang meliputi sub pemerasan susu sapi, sub peternakan ayam potong, sub peternakan kambing, dan sub peternakan sapi potong.
Pandu Harya Sembada Murid kelas 3 Al Khazini menceritakan pengalamanya selama melaksanakan observasi: “Saya merasa senang bisa melihat secara langsung proses pemerasan susu sapi dan bagaimana agar kambing, ayam, sapi bisa cepat besar. yaitu harus dirawat, diberi makan dan minum secara teratur”.
Kegiatan ini sesuai dengan falsafi pendidikan modern, dimana melihat seorang anak sebagai manusia yang sedang tumbuh dengan sejumlah potensi yang dimilikinya. Anak bukanlah tong kosong yang bisa diisi apa saja tanpa seleksi pilihan dari diri sendiri. Pendidikan bukan semata-mata proses transformasi, tetapi lebih pada proses internalisasi. Dengan demikian anak bukan semata-mata obyek pasif, tetapi juga subyek yang aktif yang bisa membedakan dan memilih, bisa menentukan kata hati, bisa mengungkapkan perasaan, bisa mengexpresikan kebenaran, keindahan, dan pilihan-pilihan lain di luar pilihan orang tua dan guru. Peran guru lebih bersifat fasilitator dan aksesator bagaimana anak mampu menemukan diri, mengembangkan diri dan juga sebagaimana anak mampu menemukan diri, mengembangkan diri dan juga sebagaimana dikemukakan maslow, anak harus diberi kesempatan untuk melakukan aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan tertinggi manusia di samping kebutuhan sebelumnya seperti kebutuhan bilogis, rasa aman, dicintai dan penghargaan.

Peran Guru BK Hadapi Ujian Nasional

Ujian Nasional telah menunggu kita, lambat atau cepat harus dihadapi oleh siswa. Siswa dengan serius mempersiapkan diri untuk lulus, sehingga hajat nasional ini membutuhkan energi besar dan melibatkan banyak unsur yang terkait.
Persiapan ujian nasional tidak hanya terbatas pada penguasaan materi oleh guru mata pelajaran saja, namun aspek psikologis, motivasi, ketenangan, kecemasan, kepercayaan diri dan lainnya juga sangat berpengaruh terhadap suksesnya ujian nasional. Lalu siapa yang bertanggung jawab untuk menggarap bidang psikologis itu?
Tentunya guru Bimbingan dan Konseling (BK). Guru BK harus mengetahui, dan paham tugas yang harus dilakukan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian nasional.
Peran Guru BK:
Ngayomi, Guru Bimbingan dan Konseling dapat menjadi pengayom para siswanya, sehingga siswa merasa terlindungi, dan mendapat ketenangan dalam belajar di sekolah. Agar menjadi pelindung siswa, maka guru BK bekerja secara professional, dengan menguasai pekerjaan ke-BK-an.
Ngayemi, siswa akan merasa tenteram hatinya, tidak takut menghadapi ujian. Hal ini akan tercipta manakala siswa sudah menguasai materi pelajaran yang akan diujikan.
Njenjemi, artinya guru BK dapat membuat siswa kerasan, betah di sekolah, sehingga tidak terjadi pembolosan, siswa terlambat, tidak mengikuti kegiatan di kelas atau tidak mengikuti pendalaman materi lainnya.
Motivasi, guru BK selalu memberikan dorongan semangat belajar, semua dapat dicapai siswa, manakala ada usaha yang maksimal.
Mediasi, bila ada permasalahan dengan teman, orang tua atau yang lain, guru BK berperan sebagai jembatan untuk menyelesaikan masalah siswa.
Nyontoni, guru BK harus dapat dijadikan contoh siswanya, seperti datang ke sekolah lebaih awal, disiplin.
Ngajeni, guru BK tetap menghargai kondisi siswa dengan apa adanya, menerima segala permasalahan dan latar belakangnya, yang selanjutnya berusaha semaksimal mungkin untuik mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Maringi, bila memungkinkan, guru BK juga memberi bantguan yang dibutuhkan siswa, misalnya soal-soal latihan ujian, buku-buku penunjang lainnya, bahkan membantu permasalahan keuangan siswa.
Niliki. Menengok kehadiran siswa di kelas, menengok siswa yang sakit, bahkan berkunjung ke rumah bila memnungkinkan, sehingga guru BK dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua, sekaligus mengetahui kondisi siswa yang sebenarnya.
Ndongani, karena kita adalah hamba Allah yang banyak keterbatasannya, maka perlu disertai usaha batin, yaitu berdo’a untuk kelancaran, kesuksesan ujian nasional.