Selasa, 02 Desember 2008

Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan
Menurut Natawijaya (Sukardi, 2002:19) Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat menikmati kebahagian hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Selanjutnya menurut Prayitno (Sukardi, 2003:20) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemadirian ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: mengenal; diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mengambil keputusan, mengarahkan diri, dan mewujudkan diri.
Menurut Crow & Crow (Prayitno,2004:234) Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seorang laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu–individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.
Makmum (2001: 277), menyebutkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan secara optimal sehingga dapat menjalani proses pengenalan, pemahaman, penerimaan, pengarahan, perwujudan serta penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Prayitno (Mulyadi, 2003:4), menyebutkan bahwa bimbingan merupakan pelayanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal.
Berbagai definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu proses berkesinambungan untuk membantu individu dengan maksud agar individu tersebut dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya sehingga individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.”, (Mulyadi, 2003:5).
2. Pengertian Konseling
Tolbert (Prayitno,1994:144) mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan – kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaanya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimiliki, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah – masalah dan menemukan kebutuhan – kebutuhan yang akan datang.
Wibowo (2001:1), Konseling merupakan salah satu layanan pokok dalam keseluruhan kegiatan bimbingan di sekolah. Konseling sebagai jantung hatinya pelayanan secara menyeluruh. Ini berarti bahwa apabila layanan konseling telah memberikan jasanya, maka masalah klien akan teratasi secara efektif dan upaya – upaya bimbingan yang lain tinggal mengikuti atau berperan sebagai pendamping. Atau dengan kata lain, konseling merupakan layanan inti yang pelaksanaannya menuntut persyaratan dan mutu usaha yang benar-benar tinggi.
Munro dkk (Wibowo, 2001:2), mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu: kerahasiaan; keterbukaan; dan tanggung jawab pribadi klien. Konseling yang berhasil dan bersifat etis apabila didasarkan pada ketiga hal itu. Tidaklah pelayanan konseling bersifat etis apabila kerahasiaan klien terlanggar, tidaklah etis suatu layanan konseling yang diselenggarkan dalam suasana keterpaksaan klien, dan tidaklah etis suatu layanan konseling apabila tanggung jawab klien atas tingkah lakunya sendiri dikebiri atau dikurangi. Sebagai tanggung jawab dan kewajiban konselor sepenuhnya untuk mengusahakan terlaksananya ketiga dasar etika konseling itu. Pelaksanaan asas-asas bimbingan dan konseling yang lain dengan baik hanya mungkin apabila ketiga dasar etika konseling itu telah diamalkan sebagaimana mestinya.
Ford dan Urban (Wibowo, 2001:1) mengemukakan empat karakteristik umum psikoterapi yang juga menggambarkan hakikat konseling:
a. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi, interaksi yang sangat konfidensial dan sangat pribadi, karena klien mendiskusikan dirinya dalam suasana yang intim dan tidak dilihat oleh orang lain.
b. Bentuk interaksi selalu terbatas pada pembicaraan antara konselor dan klien. Klien memaparkan keadaan dirinya, pikiran, perasaan, dan perilakunya, konselor mendengarkan dan memberikan respon jika dianggap perlu.
c. Interaksi relatif panjang karena digunakan untuk mengubah perilaku.
d. Sasaran dari hubungan konseling adalah mengubah perilaku klien.
Kemudian diperkuat dengan Visi dan Misi Bimbingan Konseling, Visi Bimbingan dan Konseling yaitu terwujudnya perkembangan diri dan kemandirian secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai makhluk sosial dalam berhubungan dengan manusia dan alam semesta. Misi Bimbingan dan Konseling yaitu menunjang perkembangan diri dan kemandirian siswa untuk dapat menjalani kehidupan sehari-hari sebagai siswa secara efektif, kreatif, dan dinamis serta memiliki kecakapan hidup untuk untuk masa depan karier dalam:
1) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Pemahaman perkembangan diri dan lingkungan.
3) Pengarahan diri ke arah dimensi spiritual.
4) Pengambilan keputusan berdasar IQ, EQ, dan SQ.
5) Pengaktualisasian diri secara optimal.
3. Bidang Bimbingan dan Konseling
Menurut Mulyadi (2003:23-27), pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah mengacu kepada perkembangan siswa sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya, beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas dan belajar bersosialisasi dengan mengenal berbagai aturan, nilai dan norma-norma secara sistematik, luas dan komprehensif, serta mempersiapkan diri untuk menatap masa depan.
Materi Bimbingan dan Konseling di sekolah termuat ke dalam keenam Bidang Bimbingan, yaitu Bimbingan Pribadi, Bimbingan Sosial, Bimbingan Belajar, Bimbingan Karir, Bimbingan Agama, dan Bimbingan Keluarga. Dilihat dari konsepsi kecakapan hidup (life skill), pembagian keenam bidang bimbingan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana konsep kecakapan hidup itu sendiri mencakup empat kawasan utama, yaitu, ketrampilan personal (personal skill), ketrampilan sosial (social skill), ketrampilan akademis (academic skill), dan ketrampilan vocasional (vocational skill).
Berdasarkan perumusan masalah di atas, yaitu Efektifitas Bimbingan Pribadi Melalui Layanan Konseling Individu dengan Program ATP terhadap Konsep Diri Siswa, penulis akan menyampaikan pokok-pokok berkaitan dengan Bidang Bimbingan pribadi.
Mulyadi (2003:24), Bimbingan pribadi adalah bidang bimbingan dan konseling untuk membantu siswa menemukan dan memahami serta mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif, dan kreatif, serta sehat jasmani dan rohani.
Mulyadi (2003:24) Bidang bimbingan pribadi meliputi pokok-pokok materi sebagai berikut:

a. Pengenalan dan Pemahaman tentang kekuatan diri sendiri dan penyalurannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, maupun untuk perannya di masa depan.
b. Pengenalan dan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyalurannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif.
c. Pengenalan dan pemahaman tentang kelemahan diri sendiri dan usaha-usaha penanggulangannya.
d. Pengembangan kemampuan mengambil keputusan sederhana dan mengarahkan diri.
e. Perencanaan serta penyelenggaraan hidup sehat.
4. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan umum pelayanan Bimbingan dan Konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, karena Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan. Menilik pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mulyadi (2003:7), secara khusus tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, pribadi, karier, Keluarga, dan Agama.
5. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003:8-10), Pelayanan Bimbingan dan Konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan Bimbingan dan Konseling. Fungsi-fungsi yang dimaksud mencakup:
a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang Bimbingan dan Konseling sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, baik pemahaman tentang diri peserta didik, lingkungan, maupun lingkungan “yang lebih luas”.
b. Fungsi Pencegahan, yaitu fungsi Bimbingan dan Koseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
c. Fungsi Pengentasan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Fungsi pengentasan hendaknya tetap dilakukan denga memberdayakan seluruh kemampuan siswa/dan atau pihak-pihak yang dekat dengan siswa, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan siswa, dan bukan paksaan dari guru pembimbing atau konselor.
d. Fugsi Pemeliharaan dan Pengembangan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
6. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003: 10-17), prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling meliputi:
a. Prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku agama, dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan Konsleing berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.
3) Bimbingan dan Konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu.
4) Bimbingan dan Konseling memberikan perhatian utama pada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
b. Prinsip-prinsip berkenaan dengan permasalahan individu, yang mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
2) Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah utama pelayanan bimbigan dan Konseling.
c. Prinsip berkenaan dengan program layanan, mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral, dari upaya pendidikan dan pengembangan individu. Oleh karena itu program Bimbingan dan Konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
2) Program Bimbingan dan Konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
3) Program Bimbingan dan Konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tinggi.
4) Terhadap isi dan pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling perlu diadakan penilaian secara teratur dan terarah.
d. Prinsip Bimbingan berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan Bimbingan, mencakup:
1) Bimbingan dan Konseling harus diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri dalam menghadapi permasalahannya.
2) Dalam proses Bimbingan dan Konseling keputusan yang diambil hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain.
3) Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
4) Kerjasama antara guru, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan Bimbingan.
5) Pengembangan program layanan Bimbingan dan Konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yan terlibat dalam proses pelayanan Bimbingan dan Konseling itu sendiri.
7. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003:18-22), penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling selain dimuati fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip Bimbingan, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas Bimbingan. Pemenuhan atas asas-asas itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Di dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling terdapat 12 asas, meliputi:
a. Asas Kerahasiaan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data atau keterangan itu sehingga kerahasiannya benar-benar terjamin.
b. Asas Kesukarelaan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan bagi siswa. Kesukarelaan ini diindikasikan dengan tingginya motivasi dan keterlibatan anak dan/atau orang tua/wali untuk mengikuti program Bimbingan dan Konseling dalam rangka mengentaskan dan/atau mengembangkan pribadinya.
c. Asas Keterbukaan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) dan/atau orang tua/wali yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi dirinya.
d. Asas Kegiatan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki peserta didik dan/atau orang tua/wali yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan Bimbingan dan Konseling yang diperuntukkan baginya.
e. Asas Kemandirian, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menunjuk pada tujuan umum Bimbingan dan Konseling, yaitu: peserta didik sebagai sasaran layanan Bimbingan dan Konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri mengenal dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
f. Asas Kekinian, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki objek sasaran layanan Bimbingan dan Konseling ialah permasalahan peserta didik dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenan dengan “masa depan atau kondisi masa lampaupun .” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
g. Asas Kedinamisan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan yang sama hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap-tahap perkembangan dari waktu ke waktu.
h. Asas Keterpaduan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar berbagai layanan Bimbingan dan Konseling, saling menunjang, harmonis, dan terpadu.
i. Asas Kenormatifan, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki setiap layanan Bimbingan dan Konseling dilakukan dengan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.
j. Asas Keahlian, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan Bimbingan dan Konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Hal-hal yang menurut pertimbangan guru pembimbing berada di luar kewenangan dan kemampuan guru pembimbing dapat dilakukan dengan kegiatan pendukung alih tangan kasus.
k. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
l. Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas Bimbingan dan Konseling yang menghendaki agar pelayanan secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju.

8. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Mulyadi (2003:32) mengemukakan bahwa Kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling merupakan kegiatan yang diharapkan dapat memberikan dukungan bagi terselenggaranya berbagai jenis layanan secara efisien dan efektif. Kegiatan pendukung yang ada dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah meliputi;
a. Aplikasi Instrumentasi Bimbingan dan Konseling, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan peserta didik (klien), keterangan tentang lingkungan peserta didik, dan “lingkungan yang lebih luas.” Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes dan non tes.
b. Penyelenggaraan Himpunan Data, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik (klien). Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
c. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat meberikan bahan, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untu memperoleh data, dan kemudahan, serta komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik (klien) melalui kunjungan rumah. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
e. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk mendapatkan penanganan yan lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik dengan memindahkan penanganan kasus satu pihak kep pihak yang lainnya.

Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri
Hurlock (1980:237), Konsep diri sebenarnya ialah konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu, konsep diri merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain, dan apa yang kiranya reaksi orang lain terhadapnya. Konsep diri ideal ialah gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakannya.
Rini (2002:1) Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang yang mempunyai konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang akan dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai kegagalan. Sebaliknya seorang yang mempunyai konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga unuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang posiif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.
Pernyataan tersebut di atas diperkuat oleh Pendapat William D. Brooks (Rakhmat, 2003:99) mengemukakan bahwa konsep diri sebagai “those phisical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with other”. Yang artinya konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisik.
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam pembentukan sikap individu. Sartain (Purwanto, 2000:122) mengemukakan tentang the self sebagai berikut “The Self is the as known to and felt about by the individual”.The Self adalah individu sebagaimana dipandang atau diketahui dan dirasakan oleh individu itu sendiri.
Konsep diri merupakan bagian penting dari self. James dan Gerald (Japar, 1993:29) berpendapat bahwa self merupakan perasaan mengenai diri sendiri yang akan berkembang menjadi konsep diri dan merupakan fokus pembentukan kepribadian yang selalu dipelihara dan mengalami perubahan.
Johnson dan Medinnus (Japar, 1993:30) mengartikan konsep diri sebagai sikap individu terhadap fisik dan tingkah lakunya. Senada dengan Johnson dan Medinnus, Secord dan Backman (Japar, 1993:30) Mengemukakan bahwa konsep diri adalah suatu rangkaian pemikiran dan perasaan terhadap diri sendiri yang meliputi tubuh, penampilan dan perilaku. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Angrilli dan Helfat (Japar, 1993:30) bahwa konsep diri adalah sebagai pandangan yang dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri, termasuk evaluasi personal mengenai berbagai karakteristiknya.
Suryabrata (1990:289–299) mengemukakan bahwa bagi individu konsep diri dapat berupa objek dan sekaligus proses sebagai objek bearti individu menunjukan sikap, perasaan, pengamatan dan penilaian seseorang terhadap dirinya. sedangkan sebagai proses, konsep diri merupakan suatu kesatuan dari aktivias berpikir mengingat dan mengamati.
Diyatna (1987:170) mengemukakan konsep diri merupakan gambaran tentang diri atau tentang pandangan yang dimiliki oleh seseorang tentamg dirinya. Konsep diri itu merupakan apa yang dipikirkan dan dirasakan seseorang tentang dirinya . jadi ada kemampuan kognitif dan afektif serta keseluruhan sikap dan keyakinan pada dirinya sendiri.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu tentang seluruh keadaan dirinya sendiri. Dalam penelitian ini konsep diri siswa menurut penulis yaitu merupakan pandangan siswa tentang seluruh keadaan dirinya sendiri mencakup pandangan tentang fisik, psikis, religius, akademik, dan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap pretasi belajarnya.
2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri merupakan hasil yang dicapai melalui konsep interaksi dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diterima anak. Pengalaman ini merupakan hasil eksplorasi anak terhadap lingkungannya dan refleksi diri yang diterima dari orang lain yang berarti dalam kehidupannya sehari-hari.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Hurlock (1980:235) adalah:
a. Usia Kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
c. Kepatutan Seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat bentuk pada perilakunya.
d. Hubungan Keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
e. Nama dan Julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi julukan yang bernada cemoohan.
f. Teman-teman Sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
g. Kreatifitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas.
Seringkali diri kita sendiri yang meyebabkan persoalan bertambah rumit dengan berpikir yang tidak-tidak terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun, dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalamai perubahan ke arah yang lebih posiif. Rini (2002:2) Langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri positif sebagai berikut:
1) Bersikap obyekif dalam mengenali diri sendiri.
Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apa pun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa akan mampu membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuau sekaligus.
2) Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri.
Jikalau kita menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif, jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaiman orang lain bisa menghargai diri kita?
3) Jangan memusuhi diri sendiri
Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada pemusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.
4) Berpikir positif dan rasional
Jadi, semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan pribadi maupun terhadap seorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesakan jiwa dan raga.
Smith (Japar, 1993:46) mengemukakan bahwa orang yang memiliki konsep diri tinggi lebih bebas mengemukakan pendapat dan cenderung memiliki motivasi tinggi untuk mencapai prestasi. Sedangkan orang yang memiliki konsep diri rendah memiliki deskripsi yang bertentangan dengan gambaran ciri-ciri orang memiliki konsep diri tinggi, rasa tidak aman, kurang penerimaan diri dan harga diri rendah.
Dari beberapa teori di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa konsep diri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Ciri-ciri konsep diri positif adalah sebagai berikut:
(1) Pengetahuan yang luas dan bermacam-macam tentang diri.
(2) Memiliki harga diri yang tinggi.
(3) Memiliki pengharapan realistis.
(4) Individu merasa setara dengan orang lain.
(5) Individu yakin kemampuannya dalam mengatasi masalah.
(6) Individu menerima pujian tanpa rasa malu.
(7) Individu menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat.
(8) Individu mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkap aspek-aspek kepribadian yang tidak disengaja dan berusaha mengubahnya.
(9) Bertindak bijaksana, perbuatan dan tindakan diselarasakan pikiran yang sehat, rasional dan perasaan antusias serta pengalaman yang matang.
(10) Dapat mewujudkan kemauan menjadi suatu prestasi.
(11) Fleksibilitas, penuh tanggung jawab, sehingga individu mampu menerima gagasan baru dan pendapat orang lain.
b) Ciri-ciri konsep diri negatif.
(1) Pengatahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri.
(2) Pengharapan yang tidak realistis.
(3) Harga diri yang rendah.
(4) Peka terhadap kritik.
(5) Bersifat responsive sekali terhadap pujian.
(6) Terlalu kritis, tidak sanggup mengaku dan menghargai kelebihan orang lain.
(7) Bersifat pesimis terhadap kompetisi ditandai dengan keengganan untuk bersaing.

Rendah Diri

Salah satu orang tua siswa bertanya pada guru mengenai anaknya yang belum berani tampil dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh sekolah “ Pak Guru, mengapa anak saya kok tidak mau tampil pada pentas besok di sekolah? Padahal sudah dilatih sama Pak guru kan?” Keluh orang tua siswa kepada Pak Guru. “ Iya, Bu, Isti memang takut nanti ditertawakan temannya, merasa tidak mampu, malu dan lain-lain, padahal sebenarnya sudah mampu untuk pentas.” Kata Pak Guru.
Isti adalah anak yang rendah diri mengapa hal ini bisa terjadi?

Sebab – sebab :
· Citra diri buruk, ketika anak sudah pernah melakukan hal-hal yang buruk dan diketahui anak-anak yang lain maka menyebabkan harga dirinya rendah hal ini dapat mengakibatkan rendah diri.
· Sering mendapat perlakuan buruk dari luar dari teman-temannya sehingga menyebabkan rasa takut untuk melakukan sesuatu dan akhirnya anak akan memiliki rasa rendah diri.
· Sering disalahkan dalam berpendapat ataupun bertindak sehingga anak merasa lebih aman kalau diam dan menyendiri dari pada harus berbuat dan disalahkan oleh teman-temannya.
Solusi
Gali penyebab permasalahan
· Cari sisi potensi positif diri.
· Beri motivasi dengan moto khusus bagi individu tersebut.
· Beri kepercayaan untuk melakukan tugas tertentu.
· Berikan reward ( pujian, sentuhan, tatapan dll ).

Out Door Study 3rd Grade

SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto
Out Door Study 3rd Grade
“Menumbuhkan Self Actualization murid”

Kamis, 13 November 2008 Experimental Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto dipenuhi ratusan murid dan guru kelas 3 SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto, untuk mengikuti kegiatan Out Door Study. Out Door Study merupakan Program pembelajaran dimana murid mempelajari sesuatu langsung dari sumbernya baik berupa alam, lingkungan sekitar dan nara sumber yang berkompeten.
Kegiatan yang dimulai pukul 08.30 diawali dengan penjelasan/pengarahan oleh Kepala Experimental Fakultas Peternakan Unsoed. sinar matahari pagi yang cerah mengiringi murid-murid yang dengan semangat mendengarkan penjelasan Bapak Drh. Sufiriyanto tentang peternakan Unsoed yang disampaikan dengan menarik sehingga anak-anak semakin penasaran untuk segera melihat secara langsung apa saja yang ada di Experimental Fakultas Peternakan Unsoed ini.
Ustadzah Ririn Nursanti, S.Pd.I Wakil Kepala Sekolah Level 3 disela-sela kegiatan menjelaskan Out Door Study ini murid akan belajar secara langsung mengamati pertumbuhan dan perkembangan hewan, dan kegiatan ini bertujuan mengajak murid belajar langsung dari sumbernya, dan mentafakuri ayat Allah, khusunya surat An-Nahl [16]:5, (“Dan hewan ternak telah diciptakanNya untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, sebagiannya kamu makan.”)
Murid-murid dibagi 5 kelompok sesuai kelasnya masing-masing secara bergantian mengobservasi di tiap-tiap Sub peternakan yang meliputi sub pemerasan susu sapi, sub peternakan ayam potong, sub peternakan kambing, dan sub peternakan sapi potong.
Pandu Harya Sembada Murid kelas 3 Al Khazini menceritakan pengalamanya selama melaksanakan observasi: “Saya merasa senang bisa melihat secara langsung proses pemerasan susu sapi dan bagaimana agar kambing, ayam, sapi bisa cepat besar. yaitu harus dirawat, diberi makan dan minum secara teratur”.
Kegiatan ini sesuai dengan falsafi pendidikan modern, dimana melihat seorang anak sebagai manusia yang sedang tumbuh dengan sejumlah potensi yang dimilikinya. Anak bukanlah tong kosong yang bisa diisi apa saja tanpa seleksi pilihan dari diri sendiri. Pendidikan bukan semata-mata proses transformasi, tetapi lebih pada proses internalisasi. Dengan demikian anak bukan semata-mata obyek pasif, tetapi juga subyek yang aktif yang bisa membedakan dan memilih, bisa menentukan kata hati, bisa mengungkapkan perasaan, bisa mengexpresikan kebenaran, keindahan, dan pilihan-pilihan lain di luar pilihan orang tua dan guru. Peran guru lebih bersifat fasilitator dan aksesator bagaimana anak mampu menemukan diri, mengembangkan diri dan juga sebagaimana anak mampu menemukan diri, mengembangkan diri dan juga sebagaimana dikemukakan maslow, anak harus diberi kesempatan untuk melakukan aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan tertinggi manusia di samping kebutuhan sebelumnya seperti kebutuhan bilogis, rasa aman, dicintai dan penghargaan.

Peran Guru BK Hadapi Ujian Nasional

Ujian Nasional telah menunggu kita, lambat atau cepat harus dihadapi oleh siswa. Siswa dengan serius mempersiapkan diri untuk lulus, sehingga hajat nasional ini membutuhkan energi besar dan melibatkan banyak unsur yang terkait.
Persiapan ujian nasional tidak hanya terbatas pada penguasaan materi oleh guru mata pelajaran saja, namun aspek psikologis, motivasi, ketenangan, kecemasan, kepercayaan diri dan lainnya juga sangat berpengaruh terhadap suksesnya ujian nasional. Lalu siapa yang bertanggung jawab untuk menggarap bidang psikologis itu?
Tentunya guru Bimbingan dan Konseling (BK). Guru BK harus mengetahui, dan paham tugas yang harus dilakukan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian nasional.
Peran Guru BK:
Ngayomi, Guru Bimbingan dan Konseling dapat menjadi pengayom para siswanya, sehingga siswa merasa terlindungi, dan mendapat ketenangan dalam belajar di sekolah. Agar menjadi pelindung siswa, maka guru BK bekerja secara professional, dengan menguasai pekerjaan ke-BK-an.
Ngayemi, siswa akan merasa tenteram hatinya, tidak takut menghadapi ujian. Hal ini akan tercipta manakala siswa sudah menguasai materi pelajaran yang akan diujikan.
Njenjemi, artinya guru BK dapat membuat siswa kerasan, betah di sekolah, sehingga tidak terjadi pembolosan, siswa terlambat, tidak mengikuti kegiatan di kelas atau tidak mengikuti pendalaman materi lainnya.
Motivasi, guru BK selalu memberikan dorongan semangat belajar, semua dapat dicapai siswa, manakala ada usaha yang maksimal.
Mediasi, bila ada permasalahan dengan teman, orang tua atau yang lain, guru BK berperan sebagai jembatan untuk menyelesaikan masalah siswa.
Nyontoni, guru BK harus dapat dijadikan contoh siswanya, seperti datang ke sekolah lebaih awal, disiplin.
Ngajeni, guru BK tetap menghargai kondisi siswa dengan apa adanya, menerima segala permasalahan dan latar belakangnya, yang selanjutnya berusaha semaksimal mungkin untuik mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Maringi, bila memungkinkan, guru BK juga memberi bantguan yang dibutuhkan siswa, misalnya soal-soal latihan ujian, buku-buku penunjang lainnya, bahkan membantu permasalahan keuangan siswa.
Niliki. Menengok kehadiran siswa di kelas, menengok siswa yang sakit, bahkan berkunjung ke rumah bila memnungkinkan, sehingga guru BK dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua, sekaligus mengetahui kondisi siswa yang sebenarnya.
Ndongani, karena kita adalah hamba Allah yang banyak keterbatasannya, maka perlu disertai usaha batin, yaitu berdo’a untuk kelancaran, kesuksesan ujian nasional.

Senin, 01 Desember 2008

Suka Marah

Siang itu Abo berteriak-teriak, menarik-narik meja, memukul-mukul meja sehingga suasana kelas gaduh sekali. tidak puas dengan perilakunya dia juga naik ke atas meja. Setelah di telusuri ternyata dia kesulitan dalam mengerjakan tugas. pernah dia berbuat sepeti itu pada saat kalah lomba lari dengan temannya. Juga pada saat Indra mencolek punggungnya dia langsung ngamuk-ngamuk.
Dari kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suka marah adalah pengendalian emosi yang tidak terkontrol dalam diri anak.

Sebab – sebab :
· Tersingung.
· TemperamentalSolusi
· Menejemen emosi (wudhu, istighfar, tarik nafas, mengubah posisi, dan relaksasi).
· Pendekatan indivudu dan pemberian layanan konseling.
· Pelatihan problem solving.
· Memberikan tindakan preventif (disapa, ditanya, diperhatikan, dipuji, atau diberi surprise)

· Beban masalah dan tidak bisa mengatasi masalahnya.

Kleptomania

Ahmad mempunyai pensil baru, belum genap dua hari pensil tersebut sudah hilang, begitu juga dengan penghapusnya RijPagi itu Anto melapor ke Ustadzah, dia berbisik: Ustdzah, pulpen yang dibawa Ari itu sepertinya milikku. Beberapa waktu kemudian Ustadzah mendekati Ari dan mengajaknya berbincang-bincang.
Ari, pulpen yang kamu pegang itu punya siapa? Tidak tahu ustadzah, kemarin sudah ada disini.
Coba lihat tempat pensil kamu? kata ustadzah. Setelah dibuka, di dalamnya terdapat berbagai macam barang, yang ternyata barang-barang tersebut bukan milik Ari.
Kleptomania adalah perilaku mengambil barang milik orang lain. dimana pelaku tidak menyadari sepenuhnya perbuatannya. Biasanya barang yang diambil tidak dipergunakan dan bukan merupakan suatu kebutuhan.

Sebab – sebab :
· Kurangnya kontrol diri.
· Iseng.
· Lingkungan sosial budaya.
· Gaya hidup dan pergaulan.
· Kebiasaanal, pulpennya Anto, barang-barang itu raib tak berbekas
Solusi
· Konsultasikan dengan pakar atau psikolog.
· Pemberian terapi khusus dan pendekatan personal / humanistik behaviour.Perlu arahan perilaku perbanyak tugas positif yang cenderung ke arah hobi

Daya Serap Rendah.

Andi (nama samaran), setiap hari mengikuti pelajaran Tartili baik klasikal atau individual. Dalam pembelajaran individual jika dia menguasai satu materi maka akan naik ke materi selanjutnya.
Lain lagi dengan Sofyan (nama samaran), dia selalu mengulang materi yang sama karena sering lupa, walaupun materi tersebut diulang-ulang terus. Kalau sudah bisapun apabila ditambah materi baru, materi yang sudah diberikan sering lupa sehingga harus sering-sering diulang kembali.
Dari gambaran di atas dapat kita ketahui bahwa daya serap rendah adalah terbatasnya kemamppuan dalam menangkap, menyimpan dan memahami materi yang disampaikan oleh pengajar, sehingga materi yang diterima tidak dapat tersimpan lama

Sebab – sebab :
· Kurang optimal dalam penggunaan fungsi otak.· Terdapat gangguan fungsi dan sistem otak.
· IQ atau kapasitas anak kurang memadai.
· Gangguan indrawi (kurangnya fungsi pendengar-an, penglihatan, pembau, perasa, dan peraba ).
· Hilangnya informasi yang diserap/ lupa.
· Kadang sengaja dibuat lupa.
· Adanya faktor genetik atau keturunan.

Solusi
· Sering diajak bicara atau diskusi.
· Adanya tes tentang daya ingat sehingga kerja sistem otak optimal
· Diadakan remedial teaching ketika KBM
· Senam otak (brain gym)

Media Mania ( Imitasi )

Saat pelajaran berlangsung tiba-tiba di kelompok III ada anak menangis, pembelajaran-pun terhenti. Ustadz langsung bertanya kepada anak yang menangis. Katanya dia dipukul, kebetulan yang memukul adalah Ani. Oleh Ustadz keduanya ditanya : “ Kenapa ? ada apa?
Jawab mereka :
Iwan : Aku dipukul !
Ani : Iwan sih, dibilangin nggak ndengerin, ya …. kupukul aja!
Ani menjawab tanpa merasa bersalah
Hari berikutnya Ani memukul temannya lagi, katanya dia meniru power ranger (film). Dan bila ditanya selalu menjawab dengan perkataan: Aku ingin seperti power rangger.Dari kasus di atas bisa diambil pengertian bahwa imitasi adalah peniruan perilaku oleh anak
pada media yang dilihatnya dan diaplikasikan dalam lingkungan sosialnya (teman-temannya)

Sebab – sebab :
· Lingkungan sosial budaya dan gaya hidup yang kurang baik.
· Kurangnya bimbingan dan arahan dari orang tua.
· Media mania.
· Pengaruh teman sebaya.
· Belum mempunyai konsep diri.
· Iseng.
· Kebiasaan.
Solusi
· Pemilihan lingkungan dan gaya hidup yang tepat.
· Batasan penggunaan fasilitas dari orang tua.
· Adanya time schedule daily activity- pengaturan waktu dalam kegiatan harian.
· Pemilihan media informasi yang sesuai.
· Pemilihan teman sebaya dan pergaulan yang positif.
· Pembentukan dan penanaman konsep diri.
· Komunikasi lebih banyak ke arah diskusi.
· Adanya arahan dan bimbingan dari orang – orang sekitarnya.

Kamis, 27 November 2008

Kekerasan /agresif

Pagi ini sudah ada tiga anak yang menangis karena perbuatan satu anak yang memang sudah terkenal sebagai “trouble maker” di kelas tersebut. Beberapa guru juga mengeluhkan karena sikap si anak yang tidak pernah patuh dan selalu membuat ribut ketika pelajaran. Anak “trouble maker” tersebut memang sering berulah sehingga temannya terluka seperti memukul, menggigit dan menendang.

Pengertian :
Kekerasan atau agresifitas sering dilakukan oleh anak-anak yang mempunyai sifat temperamental yang belum bisa mengontrol kestabilan emosinya. Biasanya dilampiaskan dengan memukul, menjambak, menendang atau menggigit serta masih banyak perilaku lainnya yang sifatnya menyakiti orang lain.

Sebab – sebab :
1. Lingkungan sosial budaya dan keluarga yang penuh dengan kekerasan.
2. Broken home
3. Merasa “ lebih” dari temannya.
4। Pola asuh atau model orang tua.
1. Aktualisasi diri yang salah.
2. Mengalami gangguan emosi dan perilaku.
3. Modeling (meniru perilaku orang yg lebih tua di lingkungannya).
4. Pengaruh media ( TV, film ).
5. Iseng/ coba – coba.
6. Bentuk kompensasi dari kurangan diri.
Solusi
· Pemilihan lingkungan yang tepat
· Perbaiki kualitas hubungan / komunikasi keluarga.
· Pemberian contoh atau model figur yang baik terutama orang tua.
· Tinjau kembali penanaman pola asuh yang sudah diterapkan.
· Ikutkan anak dalam ekstrakurikuler / kursus yang mampu menyalurkan bakat dan minatnya.
· Bimbingan atau nasehat yang berhubungan dengan emosi.
· Selektif dalam menggunakan media.Bangun dan bentuk karakteristik pada अनक
· Pemberian reward dan punishment atas perilakunya.
· Ajak diskusi tentang dampak positif dan negatif dari perilakunya.
· Konsultasi dengan pakar : dokter, psikolog, psikiater atau dengan terapi khusus.

Rabu, 26 November 2008

Pornografi/ Pornoaksi

“Bu guru – bu guru si Fulan membawa gambar tidak sopan“ teriak beberapa anak dari bangku belakang. Akhirnya suasana kelas menjadi rebut ketika sedang jam pelajaran, dengan sangat bijaksana bu guru menenangkan kondisi kelas kemudian memberikan tugas. Kemudian barulah menghampiri si Fulan untuk menyelesaikan permasalahan tadi.


Pengertian :
Pornografi ataupun pornoaksi bisa terjadi pada semua orang baik itu orang dewasa ataupun anak-anak. Pengungkapannyapun berbeda-beda bisa dengan mengoleksi gambar-gambar porno, sering mengumpat dengan kata-kata porno, mencoba-coba dan melihat film porno.
Sebab – sebab :
1. Lingkungan rumah yang kurang kondusif/broken home
2. Pola asuh orang tua.
3. Kondisi sosial ekonomi orang tua yang kurang baik.
4. Kurangnya seleksi dalam pemilihan media oleh lingkungan.
5. Bentuk kompensasi untuk mencari perhatian orang di sekitarnya.
6. Kurangnya informasi / wawasan tentang peran diri, pendidikan seks dini.
7. Rasa ingin tahu tinggi dan coba – coba.
8. Mengoleksi barang – barang atau gambar porno.
9. Kurangnya kedisiplinan pembuatan kegiatan positif dalam daily activity.
10. Kesulitan sosialisasi/aktualisasi diri.
11. Iseng pengaruh teman sebaya.
12. Mengalami/memderita kelainan sex (fisik atau psikis )Gaya hidup hedonis
Solusi
· Perbaiki kualitas hubungan / komunikasi keluarga
· Adanya pendampingan, pengawasan orang tua ketika anak menonton TV, Film, baca majalah, dan lainnya.
· Memberi banyak kegiatan positif.
· Sexual education dini.
· Pemberian terapi dan konsultasi dengan ahli.
· Pemantauan dan pemilihan teman sebaya yang tepat.
· Pemilihan kualitas lingkungan hidup dan perbaikan gaya hidup yang sehat.
· Merubah bentuk pola asuh orang tua yang kurang tepat.
· Beri perhatian positif.
· Memantau tempat aktivitas anak.
· Memberikan bimbingan spiritual / konsep keagamaan.
· Sering diikutkan dalam pelatihan seminar dan lomba.
· Dibuatkan Daily activity.
· Memberikan dampak posityif dan negatif pornografi.
· Adanya reward dan punishment.

melamun

Melamun
“Dor! Melamun lagi ya?” Terapi kejut yang dilakukan bu guru kepada si Fulan. Kebiasaan ini sering dilakukan oleh si Fulan baik itu ketika di jam pelajaran ataupun ketika waktu istirahat.
Ketika bu guru mengkomunikasikan hal ini kepada orang tua si Fulan, maka hal yang sama ternyata dilakuakan juga di rumah. “Ananda sekarang lebih sering melamun daripada melakukan aktifitas”. Begitulah kurang lebih informasi yang disampaikan oleh orang tua.

Pengertian :Jika anak-anak sering terlihat diam tanpa aktifitas /kegiatan, dan pandangan matanya kosong serta asyik dengan alam fikirannya sendiri maka segeralah kita menegurnya, karena kegiatan melamun dapat merusak fikiran anak.

Sebab – sebab melamun adalah :
1. Keluarga broken home.
2. Daya imajinasi tinggi.
3. Sulit bersosialisasi dengan teman sebaya.
4. Sulit untuk mengaktualisasikan diri/ bingung mau berbuat apa.
5. Tidak adanya schedule yang baik dalam daily aktivitynya.
6. Malas atau tidak semangat untuk bergerak, hanya sebagai tipe pengamat atau pendengar.
7. Lingkungan dan gaya hidup yang kurang sehat.
8. Kebiasaan.

Solusi
· Meningkatkan kualitas komunikasi dalam kesehariannya, sering diajak ngobrol atau curah hati.

· Beri kegiatan positif dan penuh tantangan.
· Membuat daftar daily activity disertai tujuan.
· Adanya pemberian tes bakat dan minat.
· Memberi penjelasan dampak dari melamun.
· Memperbaiki kualitas pemilihan lingkungan dan gaya hidup.
· Berikan pelatihan tentang motivasi.

malas belajar

1. Malas Belajar
Di tengah hiruk pikuk kegiatan siswa dikelas dua, ada satu anak yang dari tadi hanya diam tanpa aktifitas, kepala di letakkan di atas meja, terlihat menguap berkali-kali, yang lebih menyedihkan lagi buku si anak masih bersih tanpa coretan apapun di dalamnya.
“Fulan tolong buku paketnya dibuka dan dikerjakan, OK!” Perintah dari gurunya. Sudah berkali-kali bu guru menghampiri si anak dan memberikan instruksi tetapi sampai bel pulang tak satupun pekerjaan yang dia selesaikan.

Pengertian : Anak-anak memang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda, tetapi kita harus bisa membedakan mana anak yang gaya belajarnya tidak sesuai dengan anak yang malas belajar. Dari gambaran di atas terlihat jika anak memang mengalami malas belajar, sebenarnya anak mampu untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya tetapi dia lebih senang tiduran di meja sehingga kemampuan yang dimiliki tidak dimanfaatkan secara maksimal
Beberapa hal yang menyebabkan anak mempunyai sifat malas dalam belajar, diantaranya adalah :
1. Kurangnya motivasi dari dari dalam dan dari luar individu (intrinsik dan ekstrinsik) :
a. Faktor lingkungan alami, sosial dan budaya.
b. Kurikulum, program, guru, sarana dan prasarana.
c. Kondisi fisiologis panca indera.
d. Kondisi psikologis berupa minat, bakat, kecerdasan, motivasi, kemampan kognitif.
2. Konsep diri superioritas (merasa diri sudah cukup bahkan lebih).
3. Munculnya rasa atau memang tidak mampu dan mengalami kesulitan dalam belajar.
4. Pola asuh orang tua yang permisif (serba membolehkan).
5. Status sosial ekonomi orang tua :
a. Pendidikan orang tua, semakin tinggi maka semakin baik pola aspirasinya terhadap pendidikan anak.
b. Kekayaan dan penghasilan, semakin tinggi maka pengaruh terhadap pemberian fasilitas belajar semakin baik.
c. Pekerjaan orang tua, semakin baik dan tinggi nilainya maka berpengaruh terhadap cara pandang masa depan anak.
6. Media mania. Waktu habis untuk menonton TV, PS, baca komik dsb yang tidak terkait dengan kegiatan belajar.
7. Kurangnya keteraturan dalam daily activity (kegiatan harian).

Solusi
1.Pemberian motivasi
2.Membuat daftar daily aktivity sehingga selalu ada kegiatan yang dikerjakan secara terarah.
3. Kegiatan belajar mengajar bervariasi dan menantang yang dilakukan guru /orang tua :
a. Memberi angka (nilai), memberi harapan yang realistis.
b. Memberi hadiah
c. membangun suasana kompetitif
d. Menumbuhkan kesadaran anak tentang arti penting belajar demi masa depannya
e. Mengetahui hasil dari usahanya
f. Pujian dan hukuman
g. Tumbuhkan hasrat dan minat anak
h. Tunjukkan tujuan belajar yang diakui anak
4. Penyediaan lingkungan belajar yang menyenangkan dan kelengkapan sarpras yang memadai
·5.Pemberian bimbingan belajar.
·6Orang tua aktif mendampingi belajar anak ketika di rumah.

Rapuhnya Pilar Demokrasi

Era reformasi telah membuka peluang lahirnya banyak partai politik (parpol)–seperti terlihat sekarang ini–yang diharapkan dapat menjadi kekuatan untuk menegakkan demokrasi yang sehat. Kita mengetahui, parpol memiliki fungsi dan peran sebagai penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi rakyat sekaligus sebagai alat perjuangan rakyat untuk mencapai kemakmuran dalam keadilan.Parpol merupakan pilar demokrasi yang juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat, penciptaan iklim yang baik, serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Parpol juga berperan sebagai sarana partisipasi politik dan rekrutmen politik.Masalahnya, apakah parpol sudah kuat menopang demokrasi dengan melaksanakan fungsi, peran, dan memperjuangkan kepentingan rakyat? Tampaknya, fakta lebih menunjukkan bahwa sebagian besar parpol belum mampu melaksanakan fungsi dan peran itu. Kebanyakan parpol belum memperjuangkan kepentingan konstituen, tetapi lebih sibuk mengurusi kepentingan pribadi dan kelompok elite partai.Menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada), misalnya, muncul banyak slogan dan janji, serta bagi-bagi uang untuk membeli suara. Elite parpol tidak secara konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat. Rakyat ternyata hanya dijadikan objek untuk mencapai ambisi pribadi mereka.Pendidikan politik itu penting bagi rakyat, khususnya dalam rangka membangun budaya politik dan demokrasi. Dengan demikian, rakyat memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Pada akhirnya mereka tidak diombang-ambingkan oleh kehendak segelintir oportunis partai. Namun, itu juga tidak menjadi fokus perhatian dan jarang diprogramkan secara jelas oleh elite parpol. Proses pendidikan politik justru lebih banyak dilakukan oleh media massa sebagai pilar lain demokrasi, tentu melalui penyebaran informasi.Fungsi dan peran parpol sebagai sarana penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa juga terabaikan oleh elite parpol. Bahkan, jika terjadi konflik, elite parpol kurang terlihat melakukan upaya mencegah atau menyelesaikannya. Itu karena kebanyakan elite parpol lebih menunjukkan loyalitas sempit kepada partai, dan mengabaikan kepentingan yang lebih besar. Fungsi dan peran parpol kini telah terdistorsi kepentingan sesaat: sekadar untuk mencapai kekuasaan demi keuntungan pribadi dan kelompok.Fungsi dan peran parpol nyaris gagal dilakukan kader-kader parpol, karena–antara lain–rekrutmen kader yang tidak jelas kriterianya. Yang terjadi saat ini adalah praktik money politics dan like and dislike dalam menentukan kader yang akan diperjuangkan menduduki jabatan publik atau pejabat negara. Oleh karena itu, tidak aneh jika di era reformasi ini banyak elite politik dan pejabat negara melakukan pelanggaran pidana, di samping pelanggaran moral dan etika politik.
Sumber : Suara Karya

AM FATWA

Kemana Arah Pendidikan Kita?

Kemajuan bangsa sangat ditentukan oleh mutu pendidikan. Oleh karena itu, masalah pendidikan sangat penting. Namun, diakui atau tidak, selama ini sektor pendidikan masih kurang mendapat perhatian, walaupun dari segi anggaran mengalami peningkatan. Robohnya banyak gedung sekolah, gaji guru yang belum cukup, peralatan sekolah yang belum memadai, merupakan indikator belum diprioritaskannya sektor pendidikan.
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 31 ayat (3) UUD 45 menegaskan perlunya mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Hal itu dijabarkan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Namun, tampaknya pelaksanaan pendidikan saat ini hanya menitikberatkan pada pencapaian kecerdasan intelektual yang menjadikan peserta didik pandai dari segi akademik saja. Hal itu dapat dilihat, antara lain, pada pengukuran hasil pendidikan yang hanya menitikberatkan pada ujian nasional dengan materi ujian antara lain matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Pendidikan nasional belum diarahkan kepada amanat (perintah) konstitusi dan tujuannya secara utuh serta menyeluruh.
Evaluasi pendidikan seperti yang terjadi sekarang ini lebih mengarah pada tujuan hasil akhir tanpa memperhatikan proses pendidikan. Akibatnya, untuk mencapai tujuan tersebut banyak yang mengambil jalan “menerabas” (jalan pintas). Beberapa kasus kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional yang dilakukan siswa, guru atau pengasuh sekolah dapat dijadikan contoh indikator akibat negatif dari pelaksanaan pencapaian dengan jalan pintas.
Pendidikan yang hanya mementingkan kecakapan intelektual tidak dapat menyiapkan peserta didik menjadi generasi penerus yang berkarakter kuat. Karakter yang kuat antara lain bercirikan memiliki integritas yang tinggi, jujur, disiplin, proaktif, percaya diri, tekun, dan pantang menyerah.
Miskinnya spiritualitas (karena pendidikan hanya menitikberatkan pada aspek kecerdasan) tidak dapat membangkitkan fungsi hati nurani. Miskinnya spiritualitas akan menghasilkan manusia yang rapuh: tidak mengerti siapa dan dari mana dirinya, dan untuk apa hidupnya.
Sebaliknya kemampuan emosional dan spiritual justru akan mengembangkan kemampuan nalar dan intelektual, membangun semangat, optimisme, kreativitas, mandiri, visioner, memahami diri sendiri dan orang lain dengan empati yang didasari oleh moralitas.
Karena itu, paradigma praktik pendidikan yang hanya bertujuan meraih kemampuan akademik harus diubah dengan mengarahkan kepada apa yang diamanatkan oleh UUD 45 dan undang-undang lainnya. Yaitu, terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, mandiri, baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara, seperti disebutkan dalam Ketetapan MPR-RI No VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia 2020.

AM Fatwa wakil MPR RI

Senin, 24 November 2008

instrumen ATP SMP

1. a. Saya melaksanakan ibadah jika disuruh orangtua/guru
b. Saya berdo’a sebelum memulai kegiatan.
c. Saya membaca kitab suci dan mempelajari isisnya.
d. Saya bersyukur kepada Tuhan bila memperoleh nikmat/kesenangan

a. Saya tidak menyontek karena merugikan diri sendiri.
b. Saya tidak menyontek karena takut diketahui guru.
c. Saya belum terbiasa membuang sampah pada tempatnya.
d. Saya berperilaku sopan kepada semua orang.

a. Saya mengetasi kekecawaan seperti halnya oran lain.
b. Sayamenyatakan kekecawaan dengan cara yang tidak menyinggung orang lain.
c. Saya memahamai pentingnya menyayangi orang lain.
d. Saya kecewa melaksanakan tugas sejalan dengan kemauan.

4. a. Saya memikirkan akibat yan akan terjadi sebelum melakukan tindakan.
b. Saya bermusyawarah dalam memutuskan sesuatu.
c. Saya emngerjakan tugas untuk memenuhi tunutan guru.
d. Saya memikirkan berbagai pilihan dan akibatnya dalam membuat keputusan.

5. a. Saya memelihara ketertiban umum sesuai dengan ketentuan.
b. Saya menengok orang sakit karena ingin berbuat kebajikan.
c. Saya memelihara keharmonisan hidup bersama.
d. Saya membersihkan kelas sesuai dengan jadwal piket.

6. a. Saya menghargai teman walaupun berbeda jenis kelamin.
b. Saya lebih suka bermain dengan kelompok yang jenis kelaminnya sama.
c. Saya senan sebagai laki-laki (bagi Laki-laki), atau senang sebagai perempuan (bagi Yang Perempuan).
d. saya mampu bekerjasama denbgan jenis kelamin lain.

7. a. Saya memelihara kebersihan barang milik sendiri.
b. Saya belajar tentang cara-cara hidup hema.
c. Saya menerima dengan senang hati keadaan fisik sendiri.
d. Saya melakukan kegiatan yang disuruh guru/orang tua.

8. a. Saya membuat jadwal kegiatan sesuai kebutuhan sendiri.
b. Saya belajar tentang car-cara hidup hemat.
c. Saya menabung sesuai anjuran orang tua.
d. Saya bekerja sungguh-sungguh seperti yang dikehendaki orang tua.

9. a. Saya merasa ertarik kepada pekerjaan yang dilakukan orang tua.
b. Saya memahami berbagai syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan.
c. Saya yakin bahwa keahlian kerja mendukung kualitas suatu pekerjaan.
d. Saya berkeinginan untuk mengenal jenis – jenis pekerjaan.

10. a. Saya nelaksanakan tugas yang diberikan oleh kelompok.
b. Saya memauhi aturan kelompok jika orang lainpun mematuhinya.
c. Saya membantu teman jika diminta.
d. Saya menghargai pendapat eman dengan tulus-ikhlas.

11. a. Saya meyakini bahwa kesabaran membawa kebahagiaan.
b. Saa merasa berdosa, apabila tidak melaksanakan ibadah.
c. Saya berdo,a jika diperintah orangtua/guru.
d. Saya berupaya membaca kitab suci setiap hari.

12. a. Saya mematuhi tata tertib sekolah sebagaimana orang lain melakukannya.
b. Saya menjawab panggilan orang tua dan segera.
c. Saya menyayangi orang lain secara tulus.
d. Saya mengikuti kebiasaan menghormati orang lain.

13. a. Saya menghadapi tantangan sebagai bagian dari kehidupan.
b. Saya menghadapi tantangan seperti yang disarankan orang lain.
c. Saya memahami perasaan orang lain sebagaimana mereka memahaminya.
d. Saya dapat meredam rasa dendam.

14. a. Saya menganggap musyawarah sebagai cara efektif dalam memutuskan sesuatu
b. Saya mengambil pelajaran dari masalah yang pernah dialami

c. Saya memelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Saya melakukan tindakan sebagaimana yang disarankan orang yang dipercaya.

15. a. Saya bercita-cita sesuai kemampuan dan kelemahan pribadi.
b. Saya ragu mengemukakan kekeliruan yang terjadi.

c. Saya menengok teman yang sakit seperti teman lain melakukannya.
d. Saya menjalin persahabatan atas dasar saling percaya.

16. a. Saya tampil sesuai dengan jenis kelamin sendiri karena meniru orang lain.
b. Saya tampil sesuai dengan jenis kelamin sendiri darena harus begitu.
c. Saa berpendapat bahwa laki-laki dan permepuan harus saling menghargai.
d. Saya suka meniru tingkah laku ayah (bagi laki-laki) dan meniru ibu (bagi perempuan)

17. a. Saya melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan fisik maupun mental
b. Saya menerima bakat dan kemampuan seperi orang lain menerimanya.
c. Saya mengenai keadaan fisik sendiri.
d. Saya menghindarkan diri dari perbuatan yang merusak kesehatan (seperti minuman keras, dan obat-obat terlarang)

18. a Saya mengurangi kebiasaan mentraktir teman-teman.
b. Saya yakin bahwa berhemat merupakan sifat yang terpuji.
c. Saya menggunakan suang sesuai dengan keperluan.
d. Saya mengatur uan jajan seperti yang diperintahkan orang tua.

19. a. Saya bergaul dengan orang yang ahli dalam suatu pekerjaan.
b. Saya mengikuti kegiatan ekstra kurikuler yang mendukung ketrampilan kerja.
c. Saya mempelajari ketrampilan tambahan yan dianjurkan guru.
d. Saya mendiskusikan dengan orang lain tentang kondisi pekerjaan yang diminati

20. a. Saya bekerjasama dengan teman yang memberikan bantuan.
b. Saya memperlakukan teman sesuai dengan sifat dan wataknya.
c. Saya berusaha untuk berperan aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok
d. Saya memelihara kerjasama dengan teman.

21. a. Saya merasa berdosa apabila melanggar larangan Tuhan.
b. Saya memahami arti doa-doa yang biasa dipanjatkan kepada Tuhan.
c. Saya mengetahui manfaat kesabaran.
d. Saya berdoa bila menghadapai kesulitan atau maslah.

22. saya meyakini peningnya menghormati orang lain.
b. Saya meyakini bahwa berbohong itu dapat merugikan orang lain.
c. Saya berdoa bila menghadapi kesulitan atau masalah.
d. Saya merasa senang membantu orang lain yang tengah kesusahan.

23. a. Saya menghormati oran tua sebagaiman orang lain menghormatinya.
b. Saya bersikap tenang dalam menghadapi masalah.

c. Saya menghindari segala sesuatu yang dapat menyebabkan marah.
d. Saya memilih tindakan yang baik apabila mengalami kekecewaan.

24. a. Saya tanggap terhadap penyimpangan sosial di lingkungan sekitar.
b. Saya mengambil keputusan berdaarkan pertimbngan yang dianjurkan orang lain.
c. saya tertarik memperhatikan masalah sosial, politik atau masalah lingkungan.
d. Saya menganalisis suatu persoalan dengan berbagai kemungkinan pemecahan.


25. a. Saya malu jika tidak melaksanakan tugas bersama.
b. Saya menepati janji dengan sesungguh hai.
c. saya memahami kekuatan dan kelemahan pribadi.
d. saya menjalin persahabatan dengan teman sebagaiman layaknya orang lain.

26. a. Saya senang melakukan pekerjaan yang sesuai dengan jenis kelamin.
b. Saya menyenangi pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin.
c. Saya melakukan kegiuatan sesuai dengan jenis kielamin sendiri.
d. Saya melakukan peran sesuai jenis kelamin dalam pergaulan di masyarakat.

27. a. Saya mengembangkan sifat pribadi sesuai harapan orang lain.
b. Saya memahami bahwa cita-cita yang ingin dicapai sesuai dengan kemampuan.
c. Saya merasa terbebani jika melakukan kegiatan di luar kemampuan.
d. Saya merasa bangga terhadap bentuk fisik sendiri.

28. a. Saya menyisihkan uang jajan untuk di tabung.
b. Saya membuat jadwal sesuai saran guru.
c. Saya belajar mengurangi permintaan uang kepada orang tua.
d. Saya senang bekerja dalam bidang apapun asal sesuai dengan kemampuan.

29. a. Saya belajar bahasa inggris, komputer atau lainnya sebagai bekal tambahan di luar bidang studi.
b. Saya merencanakan karir dengan cermat untuk mencapai tujuan karir yang jelas.
c. Saya merencanakan karir di masa datang sejak sekjarang.
d. Saya merasa puas melakukan pekerjaan untuk memperoleh hadiah.

30. a. Saya membiasakan diri untuk dapat bergaul dengan siapapun.
b. Saya mematuhi aturan bermain yang telah disepakati kelompok.
c. saya menghargai pendapat teman yang sekelompok saja.
d. Saya memberikan dukungan moril kepada sekelompok saja.


31. a. Saya aktif dalam kegiatan keagamaan di sekolah.
b. Saya be;lajar agama karena teman atau keluarga juga mempelajarinya.
c. Saya mengikuti orang lain berbuat kebaikan.
d. Saya menilai sehari-hari yang sesuai dan yang bertentangan dengan ajaran agama.

32. a. Saya berusaha sopan di depan orang banyak.
b. Saya senangt bila dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar
aturan.
c. Saya berusaha menjadi tamu yang baik.
d. Saya membina hubungan baik dengan orang yang pernah menolong.

33. a. Saya memperhitungkan akibat sebelum melakukansuatu tindakan.
b. Saya merasa populer karena berani bertanya kepada guru.
c. Saya dapat mengatasi kekecawaan setelah menerima nasihat orang lain.
d. Saya tidak tergesa-gesa dalam segala kegiatan.

34. a. Saya sulit menghadapi sesuatu yang tidak biasa.
b. Saya mampu mencari alternatif pemecahan masalah yang paling tepat.
c. Saya mengambil keputusan berdasarkan data yang memadai.
d. Saya mengetahui perbuatan yang baik dan buruk berdasarkan peraturan.

35. a. Saya melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh.
b. Saya membantu orang lain yang meminta pertolongan.
c. Saya merasa puas jika orang lain mengakui hasil kerja yang dicapai.
d. Saya membuat prioritas dalam memilih tindakan.

36. a. Saya dapat membedakan sifat laki-laki dengan sifat perempuan.
b. Senang dan bangga dengan jenis kelamin sendiri.
c. Saya memberlakukan laki-laki dan perempuan sederajat.
d. Saya suka model pakaian sesuai dengan jenis kelamin sendiri.

37. a. Saya memperhitungkan kemampuan diri dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Saya kecewa karena tidakmampu melakukan tugas yang diterima.
c. Saya mengusahakan prestasi belajar seperti dikehendaki orang tua.
d. Saya memahami kecerdasan bakat dan keterampilan sendiri.

38. a. Saya menabung apabila mempunyai uang lebih.
b. Saya tidakbegitu mengharapkan pemberian dari orang tua.
c. Saya mengendalikan pengeluaran sehari-hari agar dapat menyisihkan uang untuk ditabung.
d. Saya mencoba memahami cara-cara orang mencari uang.

39. a. Saya memikirkan baik-buruk dan suka-duka memasuki pekerjaan tertentu.
b. Saya mengikuti kegiatan ekstra kurikuler seperti orang lain.
c. Saya memilih jenis pekerjaan tertentu bersama dengan teman yang sepaham.
d. Saya memperhitungkan kemampuan diri dengan ragam tuntutan pekerjaan.

40. a. Saya bergaul dengan teman yang mempunyai sifat-sifat pribadi yang sama.
b. Saya turut memikirkan kesulitan orang lain danberusaha memberi bantuan.
c. Saya bekerjasama dengan teman untuk mencapai tujuan bersama.
d. Saya menerima tugas yang diberikan kelompok tertentu.

41. a. Saya melaksanakan ibadah jika disuruh orang tua/guru.
b. Saya berdoa sebelum memulai kegiatan.
c. Saya membaca kitab suci dan mempelajari isinya.
d. Saya bersyukur kepada Tuhan Bila mnewmperoleh nikmat/kesenangan.

42. a. Saya mematuhi tata tertib sekolah sebagaimana orang lain melakukannya.
b. Saya menjawab panggilan orangtua dan segera menemuinya
c. Saya menyayangi orang lain secara tulus.
d. Saya mengikuti kebiasaan menghormati orang lain.

43. a. Saya menghormati orang tua sebagaimana orang lain menghormatinya.
b. Saya bersikap tenang dalam emnghadapi masalah.
c. Saya menghindari segala sesuatu yang dapat menyebabkan marah.
d. Saya memilih tindakan yang baik apabila mengalami kekecewaan.

44. a. Saya sulit menghadapi sesuatu yang tidak biasa.
b. Saya mampu mencari alternatif pemecahan yang paling tepat.
c. Saya mengambil keputusan berdasarkan data yang memadai.
d. Saya mengetahui perbuiatan yang baik dan buruk berdasarkan peraturan.

45. a. Saya memelihara ketertiban umum sesuai dengan ketentuan.
b. Saya menengok orang sakit karena ingin berbuat kabajikan.
c. Saya memelihara keharmonisan hidup bersama.
d. Saya membersihkan kelas sesuai dengan jadwal piket.

46. a. Saya tampil sesuai dengan jenis kelamin sendiri karena meniru orang lain.
b. Saya tanpil sesuai dengan jenis kelamin sendiri kerena memang harus begitu.
c. Saya berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan harus saling menghargai.
d. Saya suka meniru tingkah laku ayah (bagi Laki-laki) dan meniru ibu (bagi Perempuan)

47. a. Saya mengembangkan sifat pribadi sesusi harapan orang lain.
b. Saya memahami bahwa cita-cita yang inginh dicapai sesuai dengan kemampuan.
c. Saya merasa terbebani jika melakukan kegiatan di lauar kemampuan.
d. Saya merasa bangga terhadap bentuk fisik sendiri.

48. a. Saya menabung apabila mempunyai uang labih.
b. Saya tidak begitu mengharapkan pemberian dari orang tua.
c. Saya megendalikan pengeluaran sehari-hari agar dapat menyisihkan uang auntuk ditabung.
d. Saya mencoba memahami cara-cara orang mencari uang.

49. a. Saya merasa tertarik kepada pekerjaan yang dilakukan orang tua.
b. Saya memahami berbagai syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan.
c. Saya yakin bahwa keahlian kerja mendukung kualitas suatu pekerjaan.
d. Saya berkeinginan untuk mengenal jenis-jenis pekerjaan.

50. a. Saya bekerjasama dengan teman yang memberikan bantuan.
b. Saya memperlakukan teman sesuai dengan sifat dan wataknya.
c. Saya berusaha untuk berperan aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok.
d. saya memelihara kerjasama dengan teman.

Bina Prestasi SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto

Daftar Juara
Bina Prestasi SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto
Tahun Ajaran 2008/2009
NO

NAMA MURID
KELAS
JUARA
PERLOMBAAN
TEMPAT, TANGGAL
1
Dania Ibrohim, dan
Rindi Anindita
4 Ibnu Batuta
6 Al Kindy
I (satu)
LIA Fun Competition*

LIA, 10 Agustus 2008
2
Putri Pitaloka
4 Averrous
II (dua)
Lomba Menggambar BRI*

BRI, 24 Agustus 2008
3
Putri Pitaloka
4 Averrous
II (dua)
Pildacil *
STAIN, 20 September 2008
4
Talitha Apta
6 Al Zahrawi
II (dua)
Kaligrafi*
STAIN, 20 September 2008
5
Putri Pitaloka
4 Averrous
Harapan Satu
Kaligrafi*
STAIN, 20 September 2008
6
Putri Pitaloka
4 Averrous
I ( Satu )
Melukis*
Hall Duman, 26 Oktober 2008
7
Noor Aeni
6 Al Kindy
Harapan Satu
Melukis*
Hall Duman, 26 Oktober 2008
8
Kelompok Pramuka Siaga Putri
Beregu
Harapan Tiga
Pesta Siaga*
Lap. Mersi, 26 Oktober 2008
9
Haura Karmila Fajrin
6 Al Zahrawi
III ( Tiga )
Telling Story**
Interlink Cilacap, 09 November 2008
10
Dania Ibrohim
4 Ibnu Batuta
Harapan Satu
Telling Story **
Interlink Cilacap, 09 November 2008
11
Putri Pitaloka
4 Averrous
II ( Dua )
Mewarnai*
Fatmaba, 16 November 2008




Siapa Menyususul ? ? ?








Keterangan:
* : tingkat Kabupaten Sumber: Binpres SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto, Acces 17 November 2008
** : Tingkat Propinsi

Perkembangan Psikologi Anak Dalam Kehidupan Sosial

Perbedaan fase perkembangan status sosial di dunia anak-anak dalam persahabatan dan mendapatkan kawan bermain di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah, berbeda dengan pengertian persahabatan yang terjadi pada orang dewasa, untuk orang dewasa persahabatan adalah suatu ikatan relasi dengan orang lain, di mana kepercayaan, pengertian, pengorbanan dan saling membantu satu sama lainnya akan terjalin dalam periode yang lama, sedangkan di dunia anak-anak tidak seperti halnya yang terjadi pada orang dewasa, di dunia anak-anak persahabatan terjalin tidak untuk waktu yang lama, terkadang bila terjadi masalah yang kecil saja, jalinan persahabatan tersebut akan terputus.
Ada dua metode penelitian untuk mengetahui arti persahabatan dan kawan bermain di dalam dunia anak-anak :
1. Dengan cara kita mengajukan beberapa pertanyaan, seperti ;
Siapa teman dekatmu ? kenapa dia ? apa yang kamu senangi dari dia ?
2. Dengan cara kita bercerita tentang persahabatan, kemudian kedua orang sahabat tersebut bertengkar karena mereka tidak dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik.
Dari kedua metode tersebut, metode yang nomor dua kita akan banyak mendapatkan informasi, kemudian kita ajukan pertanyaan kepada anak ; Harus bagaimanakah situasi itu diselesaikan ?
Dari banyak informasi yang diberikan anak tersebut, kita akan mendapatkan kesimpulan yang kita bagi dalam beberapa fase, seperti ;
Fase Pertama ;
- Teman untuk bermain
Teman bermain untuk usia anak antara 5 sampai 7 tahun.
Bagi mereka, teman adalah seseorang yang mempunyai mainan yang menarik yang tempat tinggalnya dekat di sekitar mereka, dan mereka mempunyai ketertarikkan yang sama.
Kepribadian dari teman tersebut tidak menjadi masalah, yang terpenting bagi mereka adalah kegiatan dan mainan apa yang mereka miliki, persahabatan mereka akan terputus apabila salah seorang dari anak tersebut tidak mau bermain lagi dengan anak lainnya karena kejenuhan dan kebosanan, persahabatan mereka akan secepat mungkin terputus dan terbina kembali begitu saja.
Contoh percakapan yang sering kita temui pada anak-anak usia 5 sampai 7 tahun, antara lain mengenai berbagi makanan, misalnya ;
“Kalau kamu memberi saya coklat, kamu temanku lagi”
Dalam usia ini mereka dengan gampangnya mengatakan tentang berteman, biasanya percakapan mereka dimulai dengan perkataan “namamu siapa ? dan namaku......” dan mereka bisa begitu saja berteman setelah saling mengetahui nama masing-masing.
Fase Kedua
- Teman untuk bersama
Teman bermain dan membangun kepercayaan, untuk usia anak antara 8 sampai 10 tahun.
Dalam usia mereka ini, pengertian teman sedikit lebih luas dari pada fase pertama, karena arti teman bagi mereka sudah melangkah ke perasaan saling percaya, saling membutuhkan dan saling mengunjungi.
Dalam fase ini seorang anak untuk mendapatkan teman tidak segampang anak pada fase pertama, karena mereka harus ada kemauan berteman dari kedua belah pihak.
Mereka tidak akan mau berteman lagi setelah di antara mereka timbul masalah, seperti ;
- Salah seorang di antara mereka ada yang melanggar janji ;
- Salah seorang di antara mereka ada yang terkena gosip ;
- Salah seorang di antara mereka tidak mau membantu, disaat temannya tersebut
membutuhkan pertolongan.
Percakapan yang sering kita temui pada fase kedua ini, misalnya ;
“Kenapa kamu pilih dia sebagai temanmu ?”
Dalam fase ini, seorang anak tidak mudah menjalin persahabatan, biasanya persahabatan tersebut terjadi setelah beberapa saat mereka saling mengenal baik baru mereka akan menjalinnya, kadang persahabatan mereka bisa sampai usia dewasa, kadang juga terputus tergantung factor apa yang terjadi selama persahabatan mereka.
Fase Ketiga
- Persahabatan yang penuh dengan saling pengertian
Terjadi pada anak usia 11 sampai 15 tahun, bagi mereka arti teman tidak hanya sekedar untuk bermain saja, di sini seorang teman harus juga bisa berfungsi sebagai tempat berbagi pikiran, perasaan dan pengertian.
Pada fase ini persahabatan memasuki stadium yang sangat pribadi, karena pada umumnya mereka sedang mengalami masa puber dengan permasalahan psikologis seperti ; depresi, rasa takut, problem di rumah, atau problem keuangan yang terjadi pada mereka, biasanya mereka lebih tahu permasalahan psikologis tersebut dibandingkan dengan orang tua mereka sendiri.
Persahabatan pada fase ini bisa berubah seiring dengan berjalannya usia mereka, dari sekedar teman bermain, kemudian berkembang menjadi teman berbagi kepercayaan dan teman berbagi emosi.
Persahabatan tersebut biasanya terputus karena salah seorang dari mereka pindah rumah atau
melanjutkan sekolah di kota lain.
Percakapan di antara mereka yang sering kita dengar pada fase ini, misalnya ;
“Kita butuh teman yang baik, karena kita bisa berbagi ceritera di mana orang lain tidak perlu tahu, teman yang baik akan memberi nasihat atau jalan keluar yang terbaik”
Pentingnya Persahabatan Untuk Perkembangan Sosial Anak-Anak
- Populer atau Tidak Populer dan Apa Akibatnya
Di dalam lingkungan sekolah dasar, biasanya ada anak yang populer dan tidak populer, baik anak tersebut lebih menonjol karena kepintaranya atau pun karena hal yang lainnya.
Mereka mendapat perhatian lebih, seperti selalu diundang dan hadir di pesta ulang tahun temannya sedangkan yang tidak populer tidak pernah diundang.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang hubungan sosial anak populer dan tidak populer di dalam kelas, seorang guru atau kita, dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka,
seperti ;
- Dengan siapa kamu mau pergi tamasya ?
- Dengan siapa kamu mau duduk ?
Ternyata anak populer lebih banyak disebut dan anak tidak populer jarang atau sama sekali tidak disebut.
Untuk lebih mengetahui anak populer dan tidak populer, pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikembangkan lagi dengan pertanyaan-pertanyaan negatif dan pertanyaan-pertanyaan positif.
Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita bisa lebih cepat mengetahui mana anak populer dan mana anak yang tidak populer dan juga kita bisa lebih cepat mengetahui serta membantu mengatasi problem si anak pada stadium yang masih belum terlalu jauh.
Dengan cara tersebut, pada akhirnya kita bisa membedakan perkembangan anak-anak secara berurutan, seperti ;
1. Anak-anak yang menyandang bintang sosiometris
Bintang sosiometris, artinya mereka paling banyak disebut sisi positifnya dari pada sisi
negatifnya, biasanya mereka disenangi dan diakui oleh teman-temannya sedikit dari mereka yang menyandang bintang sosiometris ini merasa terasingkan.
2. Anak-anak yang biasa
Biasanya mereka tidak begitu populer dibandingkan dengan bintang sosiometris, tetapi mereka lebih banyak disebut sisi positifnya dan sedikit disebut sisi negatifnya.
3. Anak-anak yang terisolir
Biasanya mereka tidak disebut sisi positifnya dan juga tidak disebut sisi negatifnya, sepertinya anak terisolir tersebut tidak terlihat oleh teman-temannya.
4. Anak-anak yang terasingkan
Biasanya mereka oleh anak-anak yang lain diasingkan dan tidak diakui sebagai teman, mereka biasanya sedikit sekali disebut sisi positifnya dan lebih banyak disebut sisi negatifnya.
Dari urutan-urutan di atas, kita sebagai orang tua harus cepat tanggap dan tidak ragu untuk bertanya kepada guru di sekolah, bagaimana perkembangan psikologi anak di lingkungan sekolah, hal tersebut dilakukan untuk membandingkan perkembangan psikologi anak di lingkungan rumah dan di lingkungan sekolah, supaya kita dapat secepatnya menelusuri dan mengetahui apakah anak kita mempunyai masalah dalam dirinya yang tidak berani diungkapkan kepada kita sebagai orang tuanya dan kita bisa dengan cepat menangani serta membantu memecahkan masalah si anak tersebut, sebelum masalah anak tersebut terlanjur merubah sifat dan karekter si anak.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi dalam status sosial anak
1. Cara orang tua mendidik dan membina anak
Orang tua yang mendidik anak dengan cara bertahap dalam menjelaskan sesuatu hal, dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang, biasanya anak-anak mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan mereka akan mudah dalam mengembangkan hubungan sosialnya.
Lain halnya dengan anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang secara penuh dan mereka dididik oleh orang tuanya dengan cara kasar serta mendapatkan peristiwa yang membuat anak tersebut trauma, maka kita bisa dengan jelas melihat perbedaan yang mencolok, biasanya anak tersebut sulit dikendalikan dan memiliki masalah, mereka tidak akan mudah membina hubungan sosial dan sulit membina persahabatan dengan anak lainnya.
2. Urutan kelahiran
Urutan kelahiran, mempengaruhi juga dalam status sosial anak, karena biasanya anak yang paling muda lebih populer dan terbiasa dengan negoisasi dari pada saudara-saudaranya.
3. Kecakapan dan keterampilan mengambil peran
Biasanya anak-anak populer memiliki kecakapan dan keterampilan dalam mengambil apa pun posisi peran dan posisi peran tersebut dapat berkembang menjadi lebih baik.
Anak-anak populer biasanya memiliki intellegensi/kecerdasan yang baik.
Dengan memiliki ciri-ciri tersebut, anak-anak populer lebih mudah menempatkan dirinya atau beradaptasi dilingkungan yang asing.
4. Nama
Ternyata di lingkungan anak-anak, nama dapat membawa pengaruh.
Nama yang dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal, dapat membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan sosial psikologi anak. karena anak-anak masih sangat kongkrit dalam menyatakan sesuatu hal, akibatnya anak tersebut merasa rendah diri dan tersudut apabila anak-anak yang lain mencemoohkan karena namanya dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal.
5 Daya tarik
Anak-anak yang memiliki daya tarik tersendiri, biasanya selalu populer daripada anak yang kurang memiliki daya tarik.
Anak-anak yang berumur 3 tahun, sudah bisa membedakan mana anak-anak yang menarik dan mana anak-anak yang kurang menarik, reaksi ketertarikkannya hampir sama dengan orang dewasa.
Pada anak usia 3 tahun, anak yang menarik dan anak tidak menarik tidak begitu kelihatan mencolok, tetapi pada anak usia 5 tahun, hal tersebut dapat terlihat sangat jelas, anak usia 5 tahun yang tidak menarik biasanya lebih agresif dan sering tidak jujur dalam bermain, sedangkan pada anak usia 5 tahun yang memiliki daya tarik, biasanya mereka sering diberi masukkan-masukkan yang positif dari sekitarnya sehingga tumbuh rasa percaya diri yang lebih tinggi, sabaliknya pada anak usia 5 tahun yang tidak menarik rasa percaya dirinya berkurang karena terpengaruh masukkan-masukkan yang negatif dari lingkungannya.
6. Perilaku
Tidak semua anak yang menarik menjadi populer karena masih banyak faktor lainnya yang bisa mempengaruhi katagori populer.
Perilaku yang membuat anak populer, antara lain ; ramah tamah, mempunyai rasa simpati, tidak agresif, bisa berkerja sama, suka menolong, suka memberikan masukkan atau komentar yang positif, dan lain-lain.
Secara umum faktor-faktor di atas terdapat pada anak-anak yang populer, dan factor-faktor tersebut dapat menentukan status sosial anak, tetapi tidak selamanya anak populer pada nantinya dapat menentukan status sosial, sebagian anak-anak yang tumbuh dari lingkungan yang selalu terjaga pendidikannya, intellegensinya, cakap dan terampil, mempunyai nama yang baik serta menarik tetapi tidak popular, sebagian lagi ada juga anak-anak yang tumbuh dari lingkungan yang bermasalah, kurang perhatian dari orang tua, mempunyai nama yang kurang bagus, dan tidak memiliki daya tarik, tetapi bisa juga menjadi populer.
Lalu bagaimana dengan anak-anak yang kurang dihargai seperti ; Anak-anak yang terisolir dan Anak-anak yang terasingkan.
Kelompok anak-anak tersebut memiliki nilai yang rendah dari anak-anak seumurnya, akan tetapi anak-anak yang terisolir lebih mudah diakui dari pada anak-anak yang terasingkan, namun lama kelamaan anak-anak yang terasingkan akan diakui juga.
Anak-anak yang terasingkan memiliki resiko adaptasi lebih besar dalam usia menjelang dewasa, mereka menjadi terasingkan karena ada penyimpangan dari salah satu factor status sosial anak.
Jika anak-anak ini lemah dalam menghadapi ejekkan-ejekkan atau godaan dari anak-anak lainnya, maka hal tersebut dapat membentuk perilaku dan proses belajarnya akan terganggu.
Beberapa problem pada anak-anak yang terasingkan, antara lain ;
- secara terbuka mereka diasingkan
- sering terlibat dalam hal-hal kejadian interaksi yang negatif
- mempunyai masalah perilaku
- sering memperlihatkan perilaku agresif
- mempunyai status negatif yang stabil
- sering bermasalah di sekolah
Secara umum anak-anak yang terasingkan, berreaksi dengan dua cara :
1. Menarik diri
Biasanya mereka menarik diri dari kontak dengan yang lain, mereka sebetulnya ingin main dengan anak-anak lainnya, tetapi mereka diacuhkan dan diabaikan keberadaannya, malahan mereka mengejeknya seperti dengan sebutan “professor” karena anak tersebut memakai kacamata, maka dari itu mereka selalu menhindar dari anak-anak lainnya, di rumah biasanya mereka juga pendiam dan selama mungkin tinggal di kamarnya dengan membaca komik atau mendengarkan musik, kepada orang tuanya mereka beralasan tidak suka main di luar.
2. Perilaku anti sosial
Biasanya mereka sulit untuk diatur, padahal anak-anak lainnya tidak suka dengan perilakunya, misalnya ;
Pada saat anak-anak yang lain bermain bola, kemudian datang anak yang terasingkan, tetapi tidak untuk ikut bermain dengan anak-anak lainnya, anak tersebut datang hanya sekedar untuk mengganggu saja dengan mengambil bolanya, dan apabila ikut bermain bola pun anak itu akan tampil dengan kasar sehingga membuat anak-anak lainnya berhenti bermain, anak yang terasing itu akan marah-marah hingga akhirnya anak-anak yang lain terpaksa mengalah dan bermain bola kembali dengan aturan-aturan yang dikehendaki oleh anak yang terasing tadi.
Untuk anak-anak yang terasing ini di negara-negara yang sudah maju, seperti di Belanda, para orang tua dari anak tersebut akan mendapat laporan dari pengajar atau guru, kemudian mereka diberikan penyuluhan dan konsultasi dari Psikolog Anak yang ada di bawah Departemen Urusan Anak-anak Bermasalah, kemudian akan dikirim ke Departemen Kesehatan untuk gangguan jiwa yang tidak stabil untuk diberi pengarahan dan keterampilan sosial dalam cara menyesuaikan diri atau cara beradaptasi di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah.
Untuk orang yang lebih dewasa, mereka diajarkan semacam therapy untuk beradaptasi dalam lingkungan masyarakat supaya akhirnya mereka bisa mandiri.

VISI Bimbingan Konseling

VISI Bimbingan Konseling

Terwujudnya kehidupan kemanusiaan
yang membahagiakan melalui tersedia-
nya pelayanan bantuan dalam membe-
rikan dukungan perkembangan dan
pengentasan masalah agar individu
berkembang secara optimal, mandiri,
dan bahagia


MISI BK:

1. Misi Pendidikan
mendidik individu dan/atau kelompok melalui
pengembangan perilaku efektif-normatif dalam
kehidupan keseharian dan terkait dng masa depan

2. Misi Pengembangan
menfasilitasi perkembangan individu ke arah
perkembangan optimal

3. Misi Pengentasan Masalah
membantu dan menfasilitasi pengentasan masalah
individu mengacu kepada kehidupan sehari-hari yang
efektif.



TUJUAN BK


Membantu individu dalam mengembangkan
potensi dan kemandirian secara optimal pada
setiap tahap perkembangannya
diarahkan kepada pengenalan diri
sendiri dan lingkungan,
pengembangan diri dan arah karir
dijabarkan ke dalam kompetensi-
kompetensi yang mengarah kepada
keefektifan hidup sehari-hari
(efektive daily living)

Paradigma pendidikan modern

pendidikan modern, dimana falsafi pendidikan melihat seorang anak sebagai manusia yang sedang tumbuh dengan sejumlah potensi yang dimilikinya. Anak bukanlah tong kosong yang bisa diisi apa saja tanpa seleksi pilihan dari diri sendiri. Pendidikan bukan semata-mata proses transformasi, tetapi lebih pada proses internalisasi. Anak dengan demikian bukan semata-mata obyek pasif, tetapi juga subyek yang aktif yang bisa membedakan dan memilih, bisa menentukan kata hati, bisa mengungkapkan perasaan, bisa mengexpresikan kebenaran, keindahan, dan pilihan-pilihan lain di luar pilihan orang tua dan guru. Peran guru lebih bersifat fasilitator dan aksesator bagaimana anak mampu menemukan diri, mengembangkan diri dan juga sebagaimana anak mampu menemukan diri, mengembangkan diri dan juga sebagaimana dikemukakan maslow, anak harus diberi kesempatan untuk melakukan aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan tertinggi manusia di samping kebutuhan sebelumnya seperti kebutuhan bilogis, rasa aman, dicintai dan penghargaan.

EFEKTIVITAS KONSELING BEHAVIORAL

ABSTRAKSI


“ EFEKTIVITAS KONSELING BEHAVIORAL UNTUK MENGURANGI
KESULITAN INTERAKSI DENGAN TEMAN SEBAYA “
( Penelitian pada siswa SDN Magersari 2 Kota Magelang
Tahun Pelajaran 2007/2008 )



Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektivan konseling behavioral dalam membantu siswa untuk mengurangi kesulitan interaksi dengan teman sebaya. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan masih adanya siswa masing-masing satu siswa dikelas IV dan tiga siswa dikelas V SDN Magersari 2 Kota Magelang yang mengalami kesulitan interaksi dengan teman sebaya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan, dengan menggunakan 3 siklus, setiap siklus terdiri dari (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Subyek penelitian ini adalah empat orang siswa yang mengalami kesulitan interaksi dengan teman sebaya.Variabel penelitian ada dua yaitu : variabel dependen: perubahan perilaku kesulitan interaksi dengan teman sebaya menjadi mampu berinteraksi dengan teman sebaya, dan variabel independen: konseling behavioral. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode sosiometri, metode observasi, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Untuk mengetahui validitas data menggunakan triangulasi dengan sumber. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik analisis persentase konstan.

Hasil penelitian ini berupa data perubahan perilaku kesulitan interaksi dengan teman sebaya setelah diberi tindakan selama tiga kali siklus, mulai dari siklus I sampai dengan siklus III. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan perilaku yang mempengaruhi kesulitan interaksi dengan teman sebaya dengan persentase penurunan indikator pada keempat konseli lebih dari 50 % sesuai dengan yang sudah ditargetkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konseling behavioral dengan teknik Pengkondisian Operan dengan pemberian Reinforcement dan Modeling efektiv untuk mengurangi kesulitan interaksi dengan teman sebaya, pada siswa SDN Magersari 2 Kota Magelang Tahun Pelajaran 2007/2008.

EFEKTIVITAS BIMBINGAN PRIBADI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan, membudayakan, memodernisasikan dan memadanikan kehidupan bangsa serta meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan, kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta reverensi dan efisien manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global, terarah dan berkesinambungan.
Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, cerdas, kreatif, trampil, disiplin, beretos kerja, potensial, bertanggung jawab dan produktif sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga menumbuhkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, serta berorientasi masa depan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan peran masyarakat dalam pendidikan dapat secara perorangan, kelompok, ataupun dalam bentuk lembaga. Peran serta ini akan lebih efektif karena dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri (Depdiknas, 2000:1)
Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan nasional, mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah perilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan ketrampilan. Tingkat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu dari orang yang bersangkutan.
Pada masyarakat yang semakin maju, masalah penemuan identitas pada individu menjadi semakin rumit. Hal ini disebabkan oleh tuntutan masyarakat maju kepada anggota-anggotanya menjadi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima menjadi anggota masyarakat bukan saja kematangan fisik, melainkan juga kematangan mental psikologis, kultural, vokasional, intelektual, dan religius. Kerumitan ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang membangun, sebab perubahan cepat terjadi pada masyarakat yang sedang membangun, akan merupakan tantangan pula bagi individu atau siswa. Keadaan inilah yang menuntut diselenggarakannya Bimbingan Konseling di sekolah.
Secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan juga membantu siswa dalam rangka mengenal lingkungan dengan maksud agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif dan dinamis pula.
Lebih khusus, untuk mencapai tujuan tersebut, bidang bimbingan mencakup seluruh upaya bantuan yang meliputi Bidang Bimbingan Pribadi, Bimbingan Sosial, Bimbingan Belajar, Bimbingan Karier, Bimbingan Agama, dan Bimbingan Keluarga.
Dalam bidang Bimbingan Pribadi, membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menatap dan mandiri serta sehat jasmanai dan rohani. Dalam bidang bimbingan sosial, membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Kegiatan belajar mengajar pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal, faktor internal menyangkut fisiologis dan rohani sehingga diperlukan motivasi dengan menciptakan kondisi agar siswa melakukan aktifitas belajar, dan hal ini terkait upaya untuk menumbuhkan kegiatan belajar bagi siswa. Dalam Bimbingan dan Konseling Keluarga, yaitu membantu kesulitan keluarga yang terkadang masih sering merahasiakan permasalahan yang dialami, karena masih beranggapan bahwa dengan dibeberkannya problem keluarga kepada orang lain berarti membuka rahasia pribadi. Dengan Bimbingan dan Konseling Keluarga, keluarga yang mempunyai permasalahan akan segera teratasi, khususnya permasalahan anak atau siswa yang sumber masalahnya berasal dari keluarga. Sedangkan Bimbingan dan Konseling Agama, yaitu membantu klien untuk mencapai kebahagian di dunia dan akhirat.
Dalam perspektif KTSP, Guru Pembimbing diharapkan mampu membaca perkembangan kurikulum yang mengarah pada inovasi-inovasi di dalam KTSP, untuk memposisikan peran BK di Sekolah untuk menjawab permasalahan-permasalah siswa yang perlu dipecahkan yang berhubungan dengan pendidikan yaitu, Raw Input, proses, instrument, inventori tugas perkembangan sampai dengan output, dan analisis tugas perkembangan.
Program kegiatan jenis layanan dan isi Bimbingan dan Konseling dirumuskan atas dasar kebutuhan dan kondisi objektif perkembangan siswa. Kondisi objekif perkembangan siswa tersebut dapat difahamai melalui analisis tugas-tugas perkembangan yang dapat menghasilkan profil perkembangan siswa dan dapat menjadi dasar bagi pengembangan program Bimbingan dan Konseling. Layanan bimbingan yang didasarkan atas dan berorientasi kepada pencapaian tugas-tugas perkembangan siswa dapat menumbuhkan kesadaran Guru Pembimbing bahwa layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah mutlak harus berdasar kepada kebutuhan dan perkembangan siswa.
Menurut (Kartadinata dkk, 2003:3), Untuk mengukur tingkat perkembangan siswa atau pencapaian tugas-tugas atau pencapaian tugas-tugas perkembangan dari setiap aspek perkembangan, teori perkembangan, teori perkembangan diri dari Loevinger (ITP,2001:3) dipilih sebagai kerangka kerja teoretik dalam mengembangkan inventori tugas-tugas perkembangan.
Penggunaan model Loevinger yang holistik cocok untuk mengukur perkembangan dalam budaya pluralistik. Sebab menekankan keterkaitan berbagai faset kehidupan manusia. Loevinger merumuskan bangun perkembangan diri ke dalam sembilan tingkat. Tingkat pertama yaitu “pra sosial” merupakan tingkatan di mana individu belum mampu membedakan diri dengan lingkungan. Tingkatan terakhir, yaitu tingkat integrated, merupakan tingkat yang jarang dicapai oleh orang kebanyakan. Oleh karena itu bangun tingkatan perkembangan dalam ITP ini terdiri atas tujuh tingkatan dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat Impulsif (imp).
2. Tingkat perlindungan diri (Pld).
3. Tingkat Konformistik (Kof).
4. Tingkat sadar diri (SdI).
5. Tahap Seksama (Ska).
6. Tingkat Individualistik (Ind).
7. Tahap Otonomi (Oto).
Tingkatan perkembangan itu merupakan struktur kontinum perkembangan diri dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. Tingkatan dapat digunakan untuk mendiskripsikan keberadaan individu dalam kontinum perkembangan. Setiap tingkatan dibangun atas dasar tingkatan sebelumnya dan menjadi dasar bagi tingkatan berikutnya. Peningkatan perkembangan sepanjang kontinum perkembangan menggambarkan perbedaan kualitatif tentang cara-cara individu berinteraksi dengan lingkungan.
Kemudian di dalam ITP mengungkap 10 aspek perkembangan pada siswa SMP. Aspek-aspek yang diungkap berdasarkan permasalahan dan kebutuhan akan perkembangan siswa yang dihadapi dalam proses pendidikan di sekolah. Sepuluh aspek perkembangan SMP adalah sebagai berikut:
1. Landasan Hidup Religius
2. Landasan Perilaku Etis
3. Kematangan Emosional
4. Kematangan Intelektual
5. Kesadaran Tanggung Jawab
6. Peran Sosial Sebagai Pria atau Wanita
7. Penerimaan Perilaku Ekonomis
8. Kemandirian Perilaku Ekonomis
9. Wawasan Persiapan Karier
10. Kematangan Hubungan Dengan Teman Sebaya
Inventori Tugas Perkembangan (ITP) adalah instrumen yang digunakan untuk memahami tingkat perkembangan individu.
penyusunan ITP terutama dimaksudkan untuk menunjang kegiatan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Namun dapat juga digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan anak-anak dan pemuda pada umumnya. ITP SMP terdiri atas 50 butir soal. Setelah diskor, 10 butir menunjukkan tingkat konsistensi jawaban responden dan 40 butir menunjukkan perkembangan subyek dalam 10 aspek perkembangan.
Bersamaan dengan ITP, ada pula program komputer khusus yaitu Analisis Tugas perkembangan , yang digunakan untuk menskor, mengolah dan mencetak hasil analisis ITP.
Para peserta didik di SMP adalah remaja awal yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi dan mempunyai kepercayaan diri serta konsep diri yang positif.
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam pembentukan sikap individu. Sartain (Purwanto 2000:122) mengemukakan tentang the self sebegai berikut “The Self is the as known to and felt about by the individual”.The Self adalah individu sebagaimana dipandang atau diketahui dan dirasakan oleh individu itu sendiri.
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain (Ritandiyo & Retnaningsih, 1996).
Usia Remaja awal mengalami kesulitan untuk menghubungkan diri dengan satu kelompok sosial tertentu yang cocok dengan dirinya. Salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh individu remaja awal adalah mengenal dan menjadi bagian dari satu kelompok sosial tertentu.
Berdasarkan tugas-tugas perkembangan yang menjadi tanggung jawab individu yang tergolong remaja awal tersebut terlihat beberapa tugas perkembangan yang melibatkan orang lain agar dapat sukses memenuhi tugas-tugas perkembangan tersebut, seperti individu yang harus menyesuaikan diri dengan kelompok barunya misalnya melakukan perubahan perilaku karena adanya pengaruh dari kelompok. Analisis Tugas Perkembangan mempunyai peranan penting yang akan membantu peserta didik dalam menemukan jati dirinya sendiri dan mempunyai konsep diri yang positif.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Efektifitas Bimbingan Pribadi Melalui Layanan Konseling Individu Dengan Program ATP terhadap Konsep Diri Siswa.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitin ini sebagai berikut:
Apakah ada perbedaan konsep diri siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan layanan konseling individu dengan menggunakan Program ATP.
Apakah layanan konseling individu dengan Program ATP efektif untuk meningkatkan konsep diri siswa.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui perbedaan konsep diri siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan Layanan Konseling Individu dengan menggunakan Program ATP.
2. Untuk mengetahui efektifitas layanan konseling individu dengan menggunakan Program ATP untuk meningkatkan konsep diri siswa.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan wawasan bagi pengembangan teori tentang pelaksanaan Layanan Konseling Individu.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai studi layanan konseling individu yang bersifat aplikatif dan praktis, penelitian ini memberikan kontribusi pada lembaga pendidikan baik produk maupun proses bimbingan konseling individu..
b. Sebagai bahan masukan kepada guru pembimbing SMP untuk melaksanakan tes dengan menggunakan inventori tugas perkembangan SMP untuk mengetahui tingkat perkembangan siswa SMP.